Menteri Agama Blak-blakan soal Celana Cingkrang hingga Habib Rizieq
- bbc
Menteri Agama Fachrul Razi berkukuh melanjutkan beberapa kebijakan yang dianggap kontroversial, seperti larangan Aparatur Sipil Negara (ASN) memakai cadar dan celana cingkrang hingga penceramah bersertifikat.
Terkait larangan ASN memakai cadar atau celana cingkrang, mantan wakil panglima TNI itu berkukuh kebijakan tersebut sudah tepat.
"ASN kan harus melayani orang dengan baik, dengan penuh senyuman, muka yang senang. Gimana kalau mukanya ketutup , gimana tahu (itu) muka (yang) senang?", kata Fachrul Razi dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC News Indonesia - Callistasia Wijaya di kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat.
"Apalagi di tempat-tempat dengan rahasia tinggi. Kadang-kadang kita masuk, `orang ini betul nggak? Jangan-jangan katanya si Anu, ternyata di dalam bukan`.
Ia juga menjabarkan tentang program sertifikasi penceramah dengan mencontoh praktik serupa di beberapa negara di Arab.
"Di sini kan bebas (orang berceramah). Tapi kami coba batasi sedikit, dalam bulan-bulan ini kami akan menerapkan (program) `penceramah bersertifikat` bagi siapa yang mau. Yang nggak mau silakan," katanya.
Menteri berusia 72 tahun itu juga menanggapi masalah intoleransi di sekolah, konflik beragama, latar belakangnya sebagai anggota militer, hingga perpanjangan izin FPI.
Berikut petikan wawancaranya:
Baru-baru ini, sebuah sekolah di Yogyakarta , sejumlah anak pramuka diajarkan melakukan . Apa ini tanda bahwa intoleransi sudah menyusup ke sekolah dan bahkan menyasar anak-anak?
Kalau dibilang menyusup mungkin nggak karena kita punya sekolah banyak. Ada ratusan ribu, bahkan jutaan, nggak bisa kita generalisasikan.
Tapi menurut saya bagaimanapun itu sudah pasti salah. Islam tidak mengajarkan kita ekslusif kok , Islam mengajarkan kita berbaur satu sama lain.
Jadi kalau ditanya komen saya, itu salah. Nanti sekolah mana itu pasti akan kita kirim orang ke sana untuk mengklarifikasi.
Maarif Institut mengatakan aktivitas di sekolah setelah jam belajar-mengajar kerap disusupi paham intoleransi, bahkan radikalisme. Kondisi ini apa sudah bisa disebut mengkhawatirkan?
Mengkhawatirkan tidak, tapi perlu kita waspadai. Jadi setiap ada hal-hal seperti itu langsung kita turun tangan.
Itu sebabnya kita punya jalur yang panjang sekali ke bawah, kami punya hampir 260.000 orang di kementerian agama ini. Kami bisa segera menugaskan mereka untuk mendatangi tempat-tempat ini.
Setelah mengklarifikasi, kami kemudian mengajak pemerintah daerah dan tokoh-tokoh agama untuk bersama-sama turun tangan menyelesaikan masalah ini. Tidak ada laporan negatif seperti itu yang kita diamkan.
Apakah kementerian agama menemukan juga kasus-kasus intoleransi di sekolah?
Ada, kita langsung turun tangan. Ada yang mengajarkan kebencian, seolah-olah khilafah itu baik karena dengan khilafah, semua non-Muslim keluar dari Indonesia.
Itu kan omongan aneh satu-dua manusia saja. Langsung kita datangi dan bilang itu sikap yang bodoh. Islam tidak mengajarkan seperti itu.
Indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, menurut data Kementerian Agama, berada di kisaran 70-an atau cukup tinggi. Namun, saat itu dipaparkan indeks itu tidak mempertimbangkan kasus intoleransi. Mengapa?
Oh pasti jadi pertimbangan. Faktornya ada tiga atau empat. Toleransi, kesetaraan, kerja sama. Di situ bisa kita nilai. Kalau toleransinya tidak baik pasti angkanya pasti drop.
(Sebelumnya, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Mas`ud mengakui indeks itu tidak mempertimbangkan kasus-kasus intoleransi yang ada.
"Tapi ini kan survei kerukunan, bukan survei konflik umat beragama. Itu yang penting," ujar Mas`ud.)
Bagaimana dengan kasus-kasus kesulitan beribadah di sejumlah tempat yang masih terjadi hingga akhir tahun 2019, seperti di Dharmasraya, Sumatera Barat?
Itu segera kami klarifikasi dan secepatnya mereka mengubah peraturan (larangan beribadah).
Saya garis bawahi bahwa kebebasan memeluk agama dan beribadah itu amanat konstitusi. Tidak boleh diadakan lex specialis (peraturan daerah yang berisi larangan beribadah).
Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri, menurut Setara Institute, sering menjadi alat sejumlah pihak untuk melarang kelompok minoritas beribadah. Apa Anda akan merevisi aturan ini?
Belum kita pikirkan untuk mengganti, namun akan kami coba untuk tinjau bersama.
Apa aturannya yang memang membuka peluang untuk itu? Atau pelaksana-pelaksana di lapangannya yang salah menafsirkan atau menerapkannya?
Kami garis bawahi ruang dialog harus selalu dibuka dan dalam hal ini, kita minta pemerintah daerah turun aktif.
Belum terpikir untuk mencabut atau merevisi (SKB dua menteri), tapi SKB itu termasuk yang kami bahas dengan cermat, di mana kelemahannya dan apa yang bisa kita lakukan.
Dalam menghadapi radikalisme, Anda sempat bicara tentang pelarangan pemakaian celana cingkrang dan cadar bagi ASN. Anda sempat minta maaf karena ucapan Anda menyebabkan kegaduhan. Tapi di sejumlah pemberitaan, Anda mengatakan tidak merasa bersalah dengan ucapan Anda.
Anda mengatakan, "Kalau itu menimbulkan beberapa gesekan-gesekan ya mohon maaf. Rasa-rasanya enggak ada yang salah rasanya." Apa maksudnya?
Memang nggak ada yang salah. Ya mungkin karena pada saat itu saya tegas mengatakan ASN itu sudah ada aturan pakaiannya seperti apa. Jadi kalau bertentangan dengan itu sudah pasti salah.
Ya mungkin keinginan mereka, saya jelaskan dulu pakaian ASN, TNI, kepolisian itu bagaimana.
Tapi, saya nggak pernah minta maaf dalam arti mengatakan saya salah ngomong.
Saya katakan itu betul, tetapi mungkin pada saat itu menangkapnya terlalu cepat omongan saya.
Tapi nggak usah dilanjutkan lagi, sudah selesai, dan dampaknya bagus.
Semua orang menjadi waspada. Mau pakai silakan, nggak mau pakai silakan. Tapi kalau ASN jelas tidak boleh.
ASN kan harus melayani dengan baik, dengan penuh senyuman, muka yang senang. Gimana kalau mukanya tertutup, bagaimana kita tahu itu muka senang?
Apalagi di tempat-tempat dengan rahasia tinggi. Kadang-kadang kita masuk, `orang ini betul nggak? Jangan-jangan katanya si Anu, ternyata di dalam bukan`.
Bukankah memakai celana cingkrang atau cadar merupakan salah satu bentuk kebebasan beragama seseorang?
Beragama bebas. Tapi kalau ASN punya peraturan sendiri. ASN ` No , Anda punya pakaian Anda sendiri`.
(Sebelumnya, Sekjen Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas, menyarankan Kementerian Agama tak mengurusi persoalan pemakaian busana cadar atau celana cingkrang bagi aparatur negara. Sebab kendati ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal itu, Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 mengharuskan pemerintah menjamin kemerdekaan warganya memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaannya, ujarnya)
Apakah Anda memandang atribut celana cingkrang dan cadar sebagai indikator seseorang adalah radikal?
Saya nggak mengatakan begitu. Tapi, saya katakan banyak orang berpandangan, (celana cingkrang dan cadar) nggak ada kaitan dengan ketakwaan.
Banyak teman-teman saya yang ketakwaannya tinggi, nggak pakai cingkrang atau cadar.
Ibu-ibu penceramah di TV apa pakai cadar? Kan nggak juga.
Dalam periode pemerintahan sebelumnya, yang menjadi menteri agama hampir selalu dari kalangan NU. Namun Anda datang dari l atar belakang militer. Apa modal Anda sebagai menteri agama?
Wah, modal saya hebat.
Saya orang Aceh, dari kecil saya sudah dididik agama yang keras oleh ayah saya. Dan ayah saya ketika menugaskan kami untuk salat subuh dan ngaji, kerasnya bukan main.
Kemudian saat menjadi taruna, saya sudah menjadi pembina Rohani Islam. Setelah jadi tentara, ketika saya disuruh menggalang wilayah, yang paling bagus dengan khotbah. Dengan ceramah agama.
Pendekatan agama itu pendekatan yang paling baik, mengajarkan orang tentang akhlak, persatuan, kesatuan, toleransi.
(Sebelumnya, Ketua PBNU bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan, Robikin Emhas, mengatakan kiai-kiai di berbagai daerah merasa kecewa dengan keputusan Jokowi terkait dipilihnya Fachrul sebagai menteri agama.
"Banyak kiai dari berbagai daerah yang menyatakan kekecewaannya dengan nada protes," kata Robikin seperti dikutip dari website resmi NU).
Apa yang membedakan Anda dengan menteri-menteri agama sebelumnya yang berasal dari kalangan NU?
Saya tidak mau membedakan itu, kami sama-sama punya misi yang sama bagaimana membangun umat dengan baik dan bagaimana membangun umat yang kokoh untuk membangun bangsa.
Tapi kelebihan saya mungkin, dibanding banyak orang, saya pernah tugas dari ujung Aceh sampai Papua.
Saya mengenal bermacam-macam peradaban manusia, budaya manusia. Mudah-mudahan dengan itu saya bisa melakukan pendekatan.
Modal Anda untuk menumpas radikalisme apa?
Saya sudah berjalan ke beberapa negara Arab (yang beragama) Islam, di sana mereka mengalami bagaimana bahaya radikalisme.
Maka mereka sangat ketat. Misalnya khotbah, nggak boleh sembarangan orang ngomong. Ada teksnya, tidak boleh sembarangan orang jadi khatib.
Bahkan khotbah tiap minggu ditentukan kementerian agamanya.
Kenapa itu dilakukan? Karena mereka pernah mengalami masa-masa yang sangat menakutkan di mana orang bisa khotbah sembarangan sehingga radikalisme bangkit di mana-mana.
Sekarang mereka nggak mau lagi seperti itu.
Kita tidak ikut-ikut seperti itu, kita hanya ingatkan tolong hati-hati, jangan sampai kalian terjebak dalam hal seperti itu, tercabik-cabik radikalisme.
Di sini kan bebas (orang berceramah). Tapi kami coba batasi sedikit, dalam bulan-bulan ini kami akan menerapkan (program) `penceramah bersertifikat` bagi siapa yang mau. Nggak mau silakan.
Tapi yang mau mendaftar, kita berikan berapa masukan terutama masalah kehidupan berbangsa.
Kehidupan agama harus selalu menguatkan kehidupan berbangsa kita.
Kehidupan berbangsa harus bisa mengacu kehidupan agama. Itu sudah dilakukan negara-negara yang dulu tercabik radikalisme.
Kami ngomong tentang penceramah bersertifikat (dengan memberi masukan) `Kalian sebaiknya habis berkhotbah ada doa untuk bangsa`. Itu sejalan dengan aturan agama Islam kok.
Bukan `kamu khotbahnya baca ini ya`. Kita tidak pernah berpikiran seperti itu.
Sejumlah pihak berkomentar kebijakan itu mirip dengan cara-cara pemerintahan orde baru (orba). Bagaimana Anda menanggapinya?
Nggak Orba. Siapa yang engga mau silakan, engga ada yang wajib kok. Tapi dengan begitu setiap penceramah itu kita ajak untuk berwawasan kebangsaan.
Rancangan kebijakan Anda, seperti tentang penceramah bersertifikat hingga larangan ASN memakai celana cingkrang atau cadar, disebut membuat sejumlah kelompok Islam merasa dimusuhi. Bagaimana tanggapan Anda?
Kalau ngomong soal Muslim saya paling concern , dari kecil sudah di dunia Islam.
Itu pasti satu dua orang yang berpikiran salah, tapi saya ngomong di mana-mana tidak ada masalah... Saya mengangkat Islam yang Rahmatan lil alamin, Islam yang rahmat bagi alam semesta. Mana, ada orang yang ketakutan?
Coba saja datang ke saya, pasti ketawa-ketawa. Ada yang bilang ke saya, "Pak di sana ada kelompok seperti itu". Tapi pas saya datang, luar biasa sambutannya.
Ada juga yang bilang "Bapak dimusuhin di sana". (Tapi ketika) saya datang ke sana, luar biasa, kyainya sampai nuntun saya.
Terkait latar belakang Anda, apakah pendekatan militer akan Anda gunakan untuk upaya deradikalisasi?
Kadang-kadang orang salah ya, pendekatan militeristik itu dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
Padahal di mana saja kita tugas pasti kegiatannya penggalangan, merangkul semua orang, pengakuan territorial.
Engga ada kita di suatu tempat ngumpulin orang terus nembakin orang.
Saya pernah bertugas di United Nations , saya dan tentara-tentara lainnya bertugas untuk menjaga perdamaian. Jadi jangan kaitkan militer itu dengan menembak, memukul, engga ada itu. Sudah tidak laku itu.
Anda lihat nggak saya melakukan pendekatan militer?
(Menurut sejarawan NU, Abdul Mun'im, perspektif deradikalisasi militer dan pegiat keagamaan tradisional sangat berbeda. Ia memprediksi, kebijakan Fachrul Rozi terkait isu ini akan sekedar 'meraba-raba'.
"Radikalisme bukan soal politik, tapi dimensi keagamaan. Selama ini aparat keamanan terlihat gamang mengatasi radikalisme. Makanya radikalisme marak bahkan berkembang di tubuh mereka sendiri," kata Abdul.)
Ada pihak yang mengkhawatirkan...
Nggak ada kok, kalau ada ya silakan menghadap saya, dengan senang hati.
Kepulangan pimpinan FPI Rizieq Shihab masih menjadi perbincangan. Bagaimana pandangan Anda tentang kepulangannya?
Ngapain kita pandang? Ia pergi sendiri, ya pulang sendiri silakan. Saya tanya dengan beberapa teman (yang mengurus bagian) hukum, engga pernah dilarang (kembali ke Indonesia).
Kedekatan Anda dengan Rizieq Shihab seperti apa?
Saya memandang semua organisasi Islam itu dekat dengan saya.
Pak Rizieq Shihab pernah menikahkan anaknya tiga kali, saya selalu hadir karena saya lihat dia teman.
Tapi kalau dia melakukan kesalahan...misalnya dia melakukan kesalahan... Dia lari ke luar negeri, ya urusan dia lah.
Kalau dia merasa betul, ya silakan, kapan saja bisa pulang. Saya nggak pernah melarang.
Komunikasi terakhir dengan Rizieq Shihab kapan?
Saya tidak pernah komunikasi lagi setelah dia pergi ke Arab atau ke mana gitu ... Itu sudah lama ya. Saya ingat pas dia menikahkan anaknya.
Perpanjangan izin FPI masih menggantung, sebetulnya diskusi intern al pemerintah seperti apa? Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri berbeda pandangan soal ini.
Tiap kementerian kan punya kewenangan masing-masing. Saya melihat aspek lain, tapi itu kan kewenangan Kementerian Dalam Negeri.
Rekomendasi saya waktu itu, FPI sudah menyatakan setia kepada Pancasila dan tidak akan melakukan pelanggaran hukum.
Bagaimana dengan pandangan sejumlah kalangan bahwa FPI sering terlibat dalam aksi intoleran?
Oh itu lain persoalan, itu silakan nggak usah ke saya.
Kalau saya berpikirnya bahwa dia (FPI) menyatakan setia kepada Pancasila dan tidak melanggar hukum. Nah saya rekomendasikan. Selanjutnya silakan Menteri Dalam Negeri saja.
(Menjelang berakhirnya Surat Keterangan Terdaftar FPI tahun lalu, seseorang bernama Ira Bisyir membuat petisi di laman change.org dan mengajak masyarakat menolak perpanjangan 'izin' FPI sebagai ormas.
"Karena organisasi tersebut adalah merupakan kelompok radikal, pendukung kekerasan dan pendukung HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ," ujar Ira.
Ribuan orang menandatangani petisi itu.
Imam FPI DKI Jakarta, Muhsin bin Zaid Alattas, mengatakan bahwa pembuat petisi "mungkin mereka-mereka yang suka dengan maksiat, artinya tidak menginginkan ada yang mengawasi atas perbuatan permaksiatan mereka".)
Berarti , aksi intoleran , yang disebut sejumlah pihak dilakukan FPI, tidak menjadi pertimbangan Kementerian Agama?
Selalu menjadi pertimbangan. Tapi begini lah ya, bagaimana Pak Jokowi. Saya melihat Pak Jokowi saja. Beliau pada saat menjabat tidak mempersoalkan siapa mantan lawan atau bukan.
Pada saat mau diajak kerja sama, oke kita kerja sama.
Nah pemikiran itu saya bawa, siapapun yang mau kerja sama ya silakan. Tapi kalau tidak mau ya sudah, selesai.
Kontras mengatakan status FPI yang menggantung ini kalau semakin lama, semakin menunjukkan ada deal-deal politik di pemerintahan...
Ah engga usah ngomong politik. Yang terkait agama saja.
Wawancara dilakukan di Kementerian Agama, Jakarta (16/01). Tim BBC Indonesia saat itu Callistasia Wijay a, Dwiki Marta, Mohamad Susilo , dan Olivia Rosalia.