Tepuk Pramuka "Islam Yes, Kafir No" di Yogyakarta Bikin Heboh
- VIVAnews/ Cahyo Edi.
VIVAnews - Yel-yel tepuk pramuka berbau suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) menjadi viral di pengguna sosial di Yogyakarta. Viralnya tepuk pramuka dengan yel-yel berbunyi "Islam yes, kafir no" ini muncul saat seorang pembina pramuka mengajar materi pramuka di SD Negeri Timuran, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, pada Jumat, 10 Januari 2020, lalu.
Viralnya masalah tepuk pramuka bernada SARA ini karena salah seorang wali murid berinisial K menuangkan keluh kesahnya lewat status aplikasi Whatsappnya. Status itu kemudian dibagikan ke berbagai Whatsapp grup.
Lewat status Whatsappnya, K sempat menuliskan keheranannya dengan adanya materi tepuk pramuka bernada SARA di sekolah anaknya. Dalam statusnya, K menceritakan bahwa dirinya keberatan dengan materi tepuk pramuka tersebut.
"Baru tahu saya ada pembina pramuka yang ngasih pembinaan ke anak SD Negeri dengan mengajarkan tepuk rassi (rasis). Iya kebetulan tadi di sekolah kakak ada kedatangan pembina pramuka, lalu salah satu pembina mengajarkan tepuk Islam di mana di akhir tepuk ada yel-yel Islam, Islam yes, kafir, kafir no. Sebagai ortu siswa aku proteslah. Ini nih biang kerok perpecahan dan penabur kebencian, kebhinekaan pramuka tercoreng oknum pembina berakal tumpul," tulis K.
Saat dihubungi, K mengaku mendapati tepukan berbau SARA itu saat sedang menunggu anaknya pulang sekolah di SD Negeri Timuran. Sembari menunggu anaknya keluar dari kelas, K pun melihat pelatihan pramuka yang digelar di SD Negeri Timuran.
“Awalnya semua bernyanyi normal aja, lalu tiba-tiba ada salah satu pembina putri masuk dan ngajak anak-anak tepuk Islam. Saya kaget karena di akhir tepuk kok ada yel-yel 'Islam, Islam yes, kafir, kafir no'. Spontan saya protes dengan salah satu pembina senior, saya menyampaikan keberatan dengan adanya tepuk itu, karena menurut saya itu mencemari kebhinekaan pramuka,” ujar K, Senin, 13 Januari 2020.
Merasa tak sepaham dengan tepuk yang diajarkan pembina pramuka itu, K pun kemudian menyampaikan keberatannya kepada pembina yang lebih senior. Saat itu, pembina senior pun menyampaikan permintaan maafnya atas munculnya tepuk berbau SARA.
Terpisah, Kepala Sekolah SD Negeri Timuran, Esti Kartini, mengaku belum tahu mengenai adanya keberatan salah seorang wali murid terhadap acara pramuka yang dilakukan di sekolahnya. Esti menyebut dalam acara itu sekolah yang dipimpinnya hanya dalam posisi sebagai penyelenggaraan saja. Untuk pelaksanaannya sepenuhnya ditangani oleh Kwartir cabang (Kwarcab) Kota Yogyakarta.
“Saya justru baru tahu ketika wartawan ke sini. SD Negeri Timuran kebetulan hanya ketempatan yang acara kwarcab. Dari sekolah masih akan konfirmasi,” kata Esti.
Sementara itu, Ketua Kwarcab Pramuka Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, membenarkan jika acara di SD Negeri Timuran adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh institusinya. Kegiatan tersebut dinamai Kursus Mahir Lanjutan (KML) yang diikuti oleh pembina pramuka dari berbagai daerah.
"Kami Kwarcab Kota Yogyakarta sedang mengadakan kursus mahir lanjutan (KML) bagi para pembina-pembina. Kami buka secara terbuka, pesertanya itu dari Yogya Kota ada, Sleman ada, Bantul ada, Gunungkidul ada, Magelang ada. Macam-macam pesertanya," ujar Wakil Walikota Yogyakarta ini saat dihubungi.
"Jadi pembina-pembina yang ikut jadi peserta jumlahnya 25. Sesuai dengan golongan masing-masing. Ada siaga, penggalang, penegak, dan sebagainya,” imbuh Heroe.
Heroe menerangkan saat KML itu masing-masing pembina diminta untuk praktik mengajar, salah satunya tentang yel-yel. Heroe menyebut tepuk pramuka bernada SARA itu muncul saat ada peserta yang merupakan pembina dari Kabupaten Gunungkidul maju untuk praktik mengajar.
Pembina itu, sambung Heroe, secara spontan mengeluarkan yel-yel bernada SARA di depan peserta lainnya. Heroe menerangkan yel-yel bernada SARA tersebut tak pernah diajarkan di dalam Pramuka.
“Sebenarnya di microteaching tidak ada diajarkan tepuk pramuka yang seperti itu, nggak ada. Nah, tiba-tiba peserta ini menyampaikan tepuk seperti itu," urai Heroe.
Heroe menambahkan usai ada keberatan terkait tepuk berbau SARA dari salah satu wali murid, di akhir acara KML, wakil ketua Kwarcab Kota Yogyakarta pun meminta maaf pada peserta. Wakil ketua Kwarcab Kota Yogyakarta, lanjut Heroe, meminta agar tepuk itu dianggap tidak ada dan tak pernah diajarkan di KML.
"Di akhir (acara), salah satu wakil ketua Kwarcab menyatakan pada peserta pada anak-anak bahwa tepuk itu tidak ada dan dianggap tidak ada. Sekaligus menyampaikan permintaan maaf karena membuat tidak nyaman,” tutur Heroe.