Sampaikan Pledoi, Rommy Bantah Intervensi Menteri Agama
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVAnews - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, M. Romahurmuziy alias Rommy, kembali menyebut KPK tidak bisa membedakan antara intervensi dan aspirasi. Dalam tuntutannya, KPK menilai Rommy mengintervensi Lukman Hakim Saifuddin yang saat itu menjabat sebagai menteri agama agar menjadikan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
“Perkara Haris adalah semudah perkara saya selaku ketua umum menyerap dan meneruskan aspirasi Gubernur Jawa Timur, Khofifah, dan Ketua Umum Persatuan Guru NU (Pergunu), kiai Asep Saifudin Chalim kepada Menag Lukman,” kata Rommy saat membacakan pledoi di sidang Tipikor, Senin, 13 Januari 2020.
Saat menyampaikan aspirasi itu, nama Haris juga tidak tunggal, karena untuk posisi yang sama ada nama Amin Mahfud yang berasal dari aspirasi sejumlah ibu nyai dari Jawa Timur.
“Dari seluruh bukti di persidangan, tidak tergambar jelas bentuk intervensinya itu apa, kecuali pernyataan KPK yang terus mengulang kalimat ‘Terdakwa selaku Ketua Umum PPP dimana menteri agama adalah kader dari PPP,” kata Rommy.
Sebagai ketua partai, Rommy menyebut bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menerima aspirasi. Bahkan komisoner KPK periode 2015-2019 pernah datang ke rumah Rommy untuk meminta dibantu agar direkomendasikan ke beberapa pimpinan partai politik lainnya.
“Yang ingin saya katakan adalah, bukan merupakan sebuah kejahatan apabila seorang pejabat publik meneruskan aspirasi para pemangku kepentingan untuk sebuah jabatan, karena manusia secara alamiah akan memilih seseorang sebagai pejabat dari orang yang dia kenal,” kata Rommy.
Sebelumnya, Romahurmuziy alias Rommy dituntut empat tahun penjara oleh tim Jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. Rommy dituntut karena dianggap terbukti menerima suap terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Selain itu mantan Ketua Umum PPP itu juga dituntut membayar denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan.