Penyebar Isu Larangan Natal di Padang Belum Ditahan
- VIVAnews / Andri Mardiansyah (Padang)
VIVA – Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap pada Selasa kemarin, 7 Januari 2020, namun hingga kini Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Kota Padang atas nama Sudarto belum ditahan dan masih diperiksa intensif di Mapolda Sumatera Barat.
Sudarto yang ditangkap terkait dengan isu pelarangan ibadah Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, dianggap polisi telah melakukan tindak pidana kejahatan dunia maya dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian.
"Belum ada penahanan. Masih dalam status pemeriksaan di Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus)," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu, Rabu, 8 Januari 2020.
Menurut Stefanus, Sudarto ditangkap lantaran diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan dunia maya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45 UU ITE. Selain Sudarto, polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa satu handphone, satu laptop yang diduga digunakan untuk menyebarkan berita-berita di media sosial.
"Sampai saat ini belum ditahan. Masih diperiksa," ujar Stefanus.
Bentuk Pembungkaman
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat, Wendra Rona Putra, menyebutkan penangkapan terhadap Sudarto yang mengangkat isu larangan ibadah Natal pertama kali di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia.
Menurut Wendra, penggunaan pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terus dilakukan oleh negara untuk membungkam suara-suara kritis dalam menyuarakan hak-hak masyarakat yang ditindas dan dikucilkan untuk menjalankan agama yang dipercayai.
"Tentunya, penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan. Terlebih, dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Wendra Rona Putra, Rabu 8 Januari 2020.
Selaku penasihat hukum yang mendampingi Sudarto dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di Polda Sumbar, Wendra menilai terdapat beberapa kejanggalan terhadap proses penangkapan Sudarto. Apalagi sebelumnya Sudarto sama sekali belum pernah dipanggil oleh Polsek maupun Polres Dharmasraya. Bahkan, Polda Sumatera Barat sekalipun.
"Penangkapan terjadi tiba-tiba tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu. Dan itu telah melanggar ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengamanatkan sebelum penangkapan, mestinya dilakukan upaya paksa pemanggilan," ujar Wendra.
Atas penangkapan Sudarto, kata Wendra, Koalisi Pembela HAM di Sumatera Barat mengecam tindakan Polda Sumatera Barat yang diduga telah melakukan kriminalisasi terhadap Sudarto. Pihaknya mendesak agar Sudarto segera dibebaskan. Karena, sejatinya penjara diperuntukkan bagi orang-orang yang melanggar hak asasi orang lain, di antaranya yang menghambat aktivitas peribadatan bagi umat beragama.
Sudarto ditangkap polisi pada Selasa kemarin sekira pukul 13.15 WIB. Sebelum ditangkap, Sudarto sempat di telepon oleh salah seorang yang tidak diketahui dan mengajak untuk bertemu di kantor Pusaka. Setelah ditunggu di kantor Pusaka, sebanyak delapan anggota Polisi Daerah Sumatera Barat, mendatangi kantor Pusaka dan langsung melakukan penangkapan.
Penangkapan itu berdasarkan dengan Surat Perintah Penangkapan: SP.Kap/4/I/RES2.5/2020/Ditreskrimsus. Dalam proses penangkapan tersebut, polisi sempat akan menyita komputer yang ada di Pusaka, namun keinginan untuk menyita komputer itu kemudian ditolak oleh Sudarto karena tidak ada perintah dari pengadilan.
Nama Sudarto mencuat setelah mengeluarkan rilis dan menulis sejumlah postingan yang menyebutkan adanya tindakan pelarangan perayaan dan ibadah Natal di dua kabupaten yakni, Dharmasraya dan Sijunjung. Apa yang dilakukan oleh Sudarto kemudian mencuri perhatian publik luas.