Masa Depan Republik Indonesia Ada di Tanah Borneo

Maket desain Ibu Kota Negara dengan nama 'Nagara Rimba Nusa'.
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Tanah coklat becek dan berbukit-bukit itu, akhirnya dihampiri oleh orang nomor satu di Republik Indonesia. Kala itu Selasa 17 Desember 2019, Presiden Joko Widodo bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju meninjau wilayah yang nantinya bakal menjadi Ibu Kota Negara baru.

Daftar 33 Negara yang Hadir di Pelantikan Prabowo-Gibran

Kawasan yang disebut, sudah tidak menjadi lahan produktif itu berada di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai di Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah berdalih bahwa upaya pemindahan Ibu Kota Negara tak akan merusak hutan di Kalimantan, yang juga disebut salah satu paru-paru dunia.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan, Ibu Kota Negara baru bakal memiliki luas wilayah 256 ribu hektare (ha). Dari luas area tersebut, terdapat 56 ribu ha yang merupakan kawasan pemerintahan dan dipimpin oleh seorang manajer kota atau city manager

Permintaan dari Negara Maju Turun Bakal Jadi Tantangan Industri Batu Bara

Penunjukan sebagian wilayah di dua kabupaten tersebut, telah berdasarkan kajian yang cukup memadai, di mana wilayah tersebut memiliki risiko bencana yang minimal, baik itu banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan longsor. 

Selain itu, penunjukan Kalimantan Timur menjadi Ibu Kota Negara baru, karena lokasinya sangat strategis di tengah-tengah Indonesia dan di tengah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Samarinda dan Balikpapan.

Kesejahteraan Hakim Disorot, IKAHI: RUU Jabatan Hakim Pernah Kita Dorong tapi Lenyap Tak Berberkas

"Di wilayah itu juga, sudah ada infrastruktur yang relatif lengkap dan sudah tersedia lahan milik pemerintah seluas 180 ribu hektare," tegas Jokowi di Istana Negara, Senin 26 Agustus 2019.

Plaza Merah Putih di Ibu Kota Baru.

Tak cukup hanya di situ, pemerintah juga mengklaim bahwa kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kesenjangan wilayah yang sudah terjadi cukup lama di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2019, hanya mencapai 5,02 persen. Dari kontribusi tiap wilayah konsentrasi ekonomi masih cukup besar di pulau Jawa, yaitu 59,15 persen dan Sumatera 21,14 persen.

Sementara itu, kontribusi di pulau besar lainnya di Indonesia masih single digit, yaitu Kalimantan sebesar 7,95 persen, Sulawesi sebesar 6,43 persen, Bali Nusa Tenggara sebesar 3,06 persen, dan Papua hanya sebesar 2,27 persen.

Untuk itu, dengan melihat data di atas, langkah pemindahan Ibu Kota Negara oleh pemerintah, tentunya harus diikuti kebijakan untuk membangun pusat-pusat ekonomi baru, di mana nantinya sejumlah lapangan kerja bisa dihasilkan.  

Tak Semua APBN

Pembangunan Ibu Kota Negara baru itu menurut rencana pemerintah bakal dilakukan pada akhir 2020 nanti. Anggaran untuk membangun Ibu Kota Negara baru itu, diperkirakan mencapai Rp466 triliun.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo memastikan kebutuhan dana yang cukup besar tersebut tak harus semua bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPBU).

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan anggaran dari pemindahan Ibu Kota tersebut pemerintah juga akan melakukan sejumlah inovasi pembiayaan baru yang selama ini belum dilakukan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan untuk membiayai program besar Indonesia itu pemerintah memastikan keuangan negara memiliki kapabilitas memadai khususnya untuk infrastruktur dasar. 

Ani panggilan akrab Sri Mulyani menjelaskan, memang dalam tahap awal pembiayaan tersebut pemerintah hanya menyiapkan sebesar 19,2 persen dari total Rp466 triliun atau sebesar Rp89,4 triliun.

Besaran tersebut, diakui Ani tak cukup untuk keseluruhan infrastruktur dasar. Sehingga, pihaknya akan menggunakan instrumen lain seperti dengan Avaibility Paymen, Viabilitiy Gap Fund, Project Development Facility dan pinjaman.

Jakarta, Ibukota negara Indonesia.

Tak sampai di situ, Ani mengakui, memiliki pilihan lain untuk memperoleh dana, yakni dengan memanfaatkan aset yang ada di ibu kota saat ini, yakni Jakarta, senilai Rp1.123 triliun, baik berupa gedung ataupun tanah.

"Jadi bisa melalui dua opsi, pertama memanfaatkan BMN (Barang Milik Negara) yang asetnya ada di IKN (Ibu Kota Negara) lama atau pemindahan tangan BMN," ujarnya.

Adapun caranya, optimalisasi BMN bisa dilakukan dengan sewa waktu lima tahun hingga lebih, kemudian pinjam pakai tanpa imbalan untuk pemerintah daerah yang objeknya semua BMN, serta strategi pemanfaatan hingga 50 tahun yang mitranya ditentukan melalui tander dan Penerimaan Negara Bukan Pajak-nya dalam kontrak.

Sementara itu, menyambut tawaran dari Presiden Joko Widodo yang bisa ikut membantu membangun Ibu Kota Negara, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) akan siap mendukung rencana pemerintah.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, para pelaku usaha diminta harus siap dengan rencana pemerintah soal pindahnya Ibu Kota Negara. Pemindahan Ibu Kota Negara akan memberikan kontribusi besar untuk properti.

"Kalau kami melihatnya dari dunia usaha harus siap. Tidak ada kata mundur atau mempertanyakan kenapa harus kita pindah, apalagi ini berikan kontribusi besar pada properti," ucapnya.

Rosan menjelaskan, karena biaya pemindahan Ibu Kota Negara baru hanya 19 persen dari APBN, karena itu diharapkan peran dunia usaha dalam rencana besar ini.

"Kami harapkan, dari Kadin dan organisasi bernaung di bawahnya, para pelaku industri, memanfaatkan peluang ini. Tidak ada satu target yang mudah, tetapi kita masuk masa teknologi yang bergerak cepat, sehingga yang dulu kita lihat suatu yang susah dicapai sekarang jadi bisa tercapai," ujarnya.

Ia mencontohkan, kenapa China bisa membangun gedung 30 lantai dalam waktu satu bulan, semua berkat inovasi dan kemajuan teknologi. Dia menegaskan, para pelaku usaha mengambil peran dalam rencana pemindahan ibu kota ini.

"Semua bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi inovasi, hal di luar pemikiran kita bisa dilakukan. Mari ambil peran aktif termasuk dalam rencana pemindahan ibu kota," kata dia.

Nagara Rimba Nusa

Sedangkan, untuk memastikan Ibu Kota Negara memiliki konsep yang matang bagi seluruh bangsa Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara resmi mengumumkan kepada publik pemenang sayembara desain Ibu Kota Negara baru.

Bertempat di Auditorium Kementerian PUPR, tim dewan juri menetapkan bahwa 'Nagara Rimba Nusa' dengan nomor peserta IKN-0114J menjadi juara pertama dan berhak mendapatkan Rp2 miliar.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan, pemenang sayembara ini tidak hanya memiliki konsep kota yang bagus melainkan memiliki pembeda dibandingkan kota lain di dunia.

Ia pun mengungkapkan, pemenang nantinya akan diajak berkunjung langsung ke lokasi ibu kota baru untuk lebih mematangkan desain yang telah disiapkan. 

"Kalau bisa dikolaborasikan menjadi satu yang terbaik, kita akan ke lapangan bersama, untuk menyesuaikan lagi, kondisi desain kita dengan lapangan," kata dia.

Perwakilan Tim Pemenang, Sofian Sibarani mengatakan konsep 'Nagara Rimba Nusa' disusun dalam waktu kurang lebih satu bulan sejak Oktober 2019. Konsep ini melibatkan banyak ahli, termasuk dari luar negeri dengan total anggota 10 orang. 

"Ada ahli smart city juga. Ada juga teman-teman pernah bekerja di luar negeri. Bantuan teman luar negeri juga hadir, Hong Kong, Singapura, ada Malaysia, ide terbaik kita jadikan satu, kolaboratif lah," kata Sofian di Auditorium PUPR, Jakarta, Senin 23 Desember 2019. 

Maket dari pemenang desain Ibu Kota Negara Baru.

Dia menuturkan, dengan waktu yang cukup mepet itu pihaknya mempertimbangkan tiga konsep dengan tiga lokasi. Akhirnya, diputuskan lokasi yang dibangun adalah di Sepaku. 

Menurut dia, konsep desain yang paling kompleks adalah bagaimana secara hati-hati menggabungkan keseimbangan antara pembangunan yang dilakukan manusia dan alam. 

"Kita menyadari kita mendekati tepi air, sensitif secara lingkungan, bagaimana kita mewujudkan keseimbangan antara pembangunan sifatnya manusia dengan alam, hidup bersanding antara manusia dengan alam itu," kata dia. 

Dalam sejarah peradaban manusia, dia mengatakan, penggabungan pembangunan yang dilakukan oleh manusia dan alam ini tak jarang mengorbankan salah satu diantaranya.

"Bagaimana kita membuat suatu sistem perkotaan yang terinspirasi dengan atau belajar dari alam, yang namanya bio mimikri," kata dia. 

Bio mimikri ini, lanjut dia, harus mengadaptasi perilaku hutan kepada suatu kota atau pembangunan. Semisal, bagaimana tidak halangi aliran angin, dan tidak mengambil air terlalu banyak dari alam.

Tak cukup di situ, untuk memastikan konsepnya bisa sesuai, tim juga sudah turun langsung ke lokasi. Di mana, tim merasakan kondisi alam terlebih dahulu dan jika tidak sulit untuk menemukan rasa sebenarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya