Kronologi Polemik Kebaktian Natal di Dharmasraya Versi Pusaka

Ilustrasi melihat ragam persiapan Perayaan Hari Natal
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrayadi TH

VIVA –  Jelang perayaan ibadah Natal, berkembang kabar dugaan pelarangan bagi umat Kristen Protestan dan Katolik di Sumatera Barat. Larangan perayaan ibadah Natal itu santer terdengar dari dua Kabupaten yakni Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung. 

Spot Wisata Seru di Tanjung Lesung Banyak Banget, Bisa Buat Ide Liburan Natal dan Tahun Baru!

Dikabarkan kaum minioritas itu diminta membuat surat perjanjian untuk tak melaksanakan ibadah apapun termasuk ibadah Natal.

Berdasarkan keterangan resmi dari lembaga Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA) Padang tentang pelarangan ibadah Natal di Kabupaten Dharmasraya, bahwa sejak 1985, sejumlah orang beragama Katolik menetap di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Mereka berasal dari berbagai latar belakang etnik. Ada yang dari Batak, Nias, Jawa dan Tionghoa.

Sambut 20 Tahun, Kotak Gelar Konser Spesial

Mereka juga berasal dari berbagai pekerjaan antara lain TNI, Polri, PNS, buruh kasar, pedagang dan tukang kredit keliling. Awalnya, umat Katolik yang baru berkeluarga dapat melaksanakan kebaktian secara diam-diam dan di rumah masing-masing yang tidak diketahui warga setempat.

Pada akhir 1985, umat Katolik membeli satu unit rumah yang mereka gunakan untuk melaksanakan kebaktian. Sebab, Gereja Katolik yang terdekat hanya terdapat di Kota Sawalunto yang berjarak lebih kurang 120 kilometer. 

ASDP Perkuat Digitalisasi Lewat Ferizy untuk Hadapi Peak Season Natal dan Tahun Baru

Sekitar awal 2000, sekelompok warga menolak pelaksanaan kebaktian dan membakar rumah yang digunakan sebagai tempat kebaktian umat Katolik tersebut. Alasannya, salah seorang dari orang Kristen menyembelih babi untuk dimakan. 

Akibatnya, umat Katolik Jorong Kampung Baru antara tahun 2004 sampai 2009 tak dapat melaksanakan kebaktian secara berjamaah. Umat Katolik, hanya melaksanakan kebaktian secara pribadi di rumah masing-masing.

Pada 2010, Maradu Lubis Ketua Stasi Jorong Kampung Baru mencoba mendatangi pemuka masyarakat dan pemerintahan Nagari untuk meminta izin kembali dapat melaksanakan ibadah bersama. Wali Nagari, Ketua Pemuda dan Wali Jorong dan unsur ninik mamak lainnya bernegosiasi. 

Hasilnya, terhitung dari 2010 hingga 2017, umat Katolik dapat memanfaatkan rumah warga yang sudah dibangun kembali untuk kebaktian secara berjamaah.

Seiring perkembangan waktu, terjadi pergantian Wali Nagari Sikabau dan pada 2017. Umat Katolik di Stasi Jorong Kampung Baru saat ini telah berjumlah 60 jiwa antara lain karena pertambahan jumlah anggota keluarga dan ada saudara-saudara yang datang dari kampung masing-masing.

Pada 22 Desember 2017, Wali Nagari Sikabau mengirimkan surat pemberitahuan bernomor: 145/1553/Pem-2017 tertanggal 22 Desember 2017 ditujukan kepada Bapak Maradu Lubis yang isinya tidak mengizinkan kegiatan perayaan natal 2017 dan tidak mengizinkan perayaan tahun baru 2018 di Jorong Kampung Baru maupun di wilayah Nagari Sikabau.

Merespons surat pemberitahuan dari Wali Nagari dimaksud, istri Ketua Stasi Jorong Kampung Baru membuat surat resmi pemberitahuan melaksanakan kegiatan perayaan natal 2017 dan perayaan tahun baru 2018. Namun, pada sore harinya Wali nagari Sikabau langsung menjawab surat dengan judul “Balasan Surat Pemberitahuan” bernomor 145/1554/Pem-2017.

Yang isinya menyatakan, berdasarkan rapat pemerintahan Nagari Sibakau, Ninik Mamak, Tokoh Masyarakat dan Pemuda Sikabau tidak mengizinkan kegiatan dimaksud dilaksanakan. Bersamaan dengan surat tersebut dilampirkan surat pernyataan bersama yang intinya, melarang umat Kristiani melaksanakan perayaan agamanya secara terbuka, sekaligus melarang melaksanakan kebaktian secara terbuka di rumah warga dimaksud dan di tempat lain di Kanagarian Sikabau.

Selain itu, memperingatkan jika umat Kristen tidak mengindahkan pemberitahuan dan pernyataan tersebut maka akan dilakukan tindakan tegas. Umat Katolik, hanya boleh melaksanakan ibadah di rumah masing-masing serta tidak mengundang umat Kristen lainnya. Dan, keharusan mengurus izin-izin sebelum kegiatan peribadatan keagamaan dilaksanakan.

Surat pemberitahuan tersebut ditujukan ke Ibu Lubis (istri ketua stasi Jorong Kampung Baru) yang ditembuskan ke Bupati Dharmasraya, Kapolres Dharmasraya, Kementerian Agama Kabupaten Dharmasraya, Kapolsek Pulau Punjung, Danramil Pulau Punjung, Camat Pulau Punjung, BAMUS Nagari Sikabau, KAN Sikabau dan LPM Nagari Sikabau.

Bahwa dalam pernyataan sikap pelarangan kebaktian dan perayaan Natal serta tahun baru oleh Wali nagari, ninik mamak, tokoh masyarakat dan Pemuda Nagari Pulau Punjung didasarkan pada sejumlah alasan. Misalnya, umat Katolik di Jorong Kampung Baru bertambah banyak, menghindari dampak sosial dan mengingat masyarakat Sikabau yang memegang teguh “Adat basandi syara’syara’ basandi kitabullah”.

Merespons larangan tersebut, pada 28 Maret 2018, Ketua Pimpinan Stasi melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat. Pada Mei 2018, Komnas HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mengirimkan surat permohonan klarifikasi atas kasus pelarangan pelaksanaan kebaktian dan perayaan natal dan tahun baru.

Bahwa pada 23 Mei 2018, Bupati Dharmasraya memberikan klarifikasi tentang pengaduan Maradu Lubis yang isinya antara lain, berdasarkan informasi Ninik Mamak, Tokoh Masyarakat, Pemuda dan Wali Nagari Sikabau bahwa Saudara Maradu Lubis mendatangkan Jemaat dari luar Kabupaten Dharmasraya.

Tempat yang dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan serta aktivitas, tidak sesuai dengan peruntukannya dan merupakan rumah penduduk serta berada di tengah pemukiman masyarakat yang berbeda. Menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas keamanan di Nagari Sikabau dan sekitarnya.

Pada 16 Juni 2018, Komnas HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mengirim surat rekomendasi, yang intinya menyatakan, bahwa alasan umat Katolik menggunakan rumah sebagai tempat pelaksanaan ibadah dikarenakan umat Katolik tidak atau belum memiliki rumah ibadah resmi. 

Hal ini sesuai ketentuan Peraturan Bersama menteri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 tentang pendirian rumah ibadah. Lalu, pelarangan perayaan natal 2017 dan perayaan tahun baru 2018 hanyalah rentetan peristiwa lanjutan.

Meminta kepada Bupati Dharmasraya agar mengajak perwakilan umat Katolik untuk bermusyawarah, menyelesaikan sengketa dimaksud. Setelah satu bulan lebih, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya belum merespons surat rekomendasi dari Komnas HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat.

Di lain pihak, Umat Katolik belum dapat melaksanakan kebaktian bersama. Pada awal Desember 2019, Maradu Lubis Kembali menajukan izin agar dapat melakukan ibadah dan perayaan natal.

Namun, melalui surat bernomor 145/117/Pem- 2019 kembali tidak memberikan izin. Bersamaan dengan surat penolakan tersebut, Wali Nagari juga melampirkan surat pernyataan sikap penolakan warga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya