Qanun Jinayat di Aceh Dianggap Diskriminatif
- bbc
"Dan itu bisa menimbulkan re- victim -isasi bagi korban," tutur Rasyidah.
"Kita bayangkan korban yang diperkosa itu hancur hidupnya seumur hidup. Tapi kemudian pelaku selesai tiga bulan pemeriksaan lalu dieksekusi cambuk 150 kali selesai dan dia bisa kembali seperti biasa di masyarakat."
Pada banyak kasus, lanjut Rasyidah, terduga pelaku pemerkosaan mengancam korban karena merasa dirugikan karena laporan korban.
"Ini menimbulkan satu persoalan yang besar di samping kemudian banyak perempuan korban yang memilih untuk tidak melaporkan," jelas Rasyidah.
Selain itu, pasal tentang zina dalam qanun jinayat, juga dianggap "salah kaprah" oleh Rasyidah.
Balai Syura Ureung Aceh beberapa kali menemukan perkawinan siri dan resmi secara agama, kemudian bisa dianggap zina oleh mantan suami.
"Jadi dia sudah menikah lagi, kemudian mantan suami merasa dia tidak mengurus surat cerai, lalu dia ditangkap sebagai pelaku zina."
Merespon permasahan ini, Balai Syura Ureung Aceh merekomendasikan pasal perkosaan dan zina dikembalikan dalam KUHP dan tak lagi menggunakan qanun sebagai acuan hukumnya..
Opsi lain, kata Rasyidah, tidak ada opsi hukuman lain seperti cambuk atau denda bagi pelaku pemerkosaan.
"Jadi pilihannya hanya penjara. Karena kita berharap proses waktu 12 tahun [maksimal hukuman bagi terdakwa kasus pemerkosaan], dia bisa mendapat proses yang membuat korban terhindar dari intimidasi dan pelaku mendapatkan pemulihan supaya tidak melakukan perkosaan lagi," kata dia.