Qanun Jinayat di Aceh Dianggap Diskriminatif
- bbc
Penerapan syariat Islam menuai kecaman terkait dengan peraturan daerah yang disebut Qanun, khususnya Qanun Jinayat, dengan penerapan hukuman cambuk bagi para pelanggar perda yang mengatur tentang pidana Islam itu.
Penerapan cambuk melalui Qanun Jinayat telah diterapkan dalam empat tahun terakhir.
Tetapi warga menilai pelaksanaan qanun hanya menyasar kalangan bawah, sementara para pejabat `kebal hukum`. Salah satu warga, Siska Amelia menyebut pelaksanaan qanun `diskriminatif`.
"Kalau rakyat kecil membuat kesalahan, itu langsung dibawa jalur hukum yang lebih lanjut dan lebih berat. Sedangkan orang yang `besar` orang yang tinggi derajatnya, sikit berbuat salah saja tidak dibawa ke jalur [hukum] yang lebih tinggi," ujar Siska ketika ditemui BBC News Indonesia di Masjid Baiturrahman.
Sementara itu, seorang warga asal Lhokseumawe, Zulkarnain penerapan qanun perlu disempurnakan.
"Untuk ke depannya kami harapkan syariat Islam di Aceh harus sempurna seperti di dalam Al Quran dan Hadits. Kalau sekarang di Aceh kan sempurna, tapi belum 100%."
"Contohnya, seperti hukum cambuk belum seperti dalam Al Quran, masih tahap percobaan," tutur Zulkarnain.
Aspek lain dalam penerapan qanun jinayat yang mendapat sorotan adalah eksekusi cambuk dilakukan di depan khalayak umum, seperti diungkapkan oleh Ulya binti Thalal, seorang warga negara Malaysia yang kini sedang menjalankan studi di salah satu universitas di Banda Aceh.
Ulya mengaku kaget ketika dia pertama kali menyaksikan eksekusi hukuman cambuk di Aceh yang dilakukan di tempat umum dan bisa disaksiksan oleh banyak orang. Berbeda dengan pelaksanaan hukum cambuk di Malaysia yang digelar di dalam ruangan lembaga pemasyarakatan.
"Ada baiknya, ada buruknya. Kita kan manusia, ada perasaan malu."