Qanun Jinayat di Aceh Dianggap Diskriminatif
- bbc
Warga Aceh memandang pelaksanaan hukum cambuk di provinsi berjuluk `Serambi Mekah` itu hanya menyasar kalangan bawah, sementara para pejabat `kebal hukum`. Meski demikian, pejabat daerah mengklaim qanun jinayat `tak pandang bulu`.
Mereka mendesak qanun jinayat—aturan yang menetapkan pelanggaran pidana yang perlu dikenakan cambuk—tak cuma mengurus perkara yang bersifat personal, seperti zina, judi dan LGBT, tapi juga kasus yang merugikan publik, termasuk korupsi.
Amratul Hasannah tak kuat lagi menahan sakit tiap kali jallad, sang algojo cambuk melecut rotan sepanjang satu meter yang ujungnya telah dibengkokkan, ke punggungnya.
Disaksikan sejumlah pejabat dan ratusan warga, Amratul menjalani hukuman cambuk di panggung halaman depan Gedung Islamic Center Aceh Tamiang, pada awal bulan ini.
Perempuan berusia 35 tahun asal Seruwai, Aceh Tamiang, dihukum cambuk sebanyak 100 kali karena terbukti melakukan zina bersama pasangan yang bukan non-muhrim.
Eksekusi sempat terhenti, ketika petugas Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang memberinya air minum. Tak lama kemudian sang algojo kembali melecutkan jallad ke punggung Amratul.
Pada hitungan ke-39, dia tak sanggup melanjutkan eksekusi hukuman cambuk dan memohon eksekusi dihentikan.
Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang menyebut sisa hukuman cambuk sebanyak 61 kali, akan dilanjutkan tahun depan. Hingga saat ini, Amratul mendekam di LP Kualasimpang sambil menunggu sisa hukuman.
Pada saat yang sama, Irma Hariani pingsan setelah menerima 30 cambukan di punggungnya.
Eksekusi hukuman cambuk sudah menjadi pemandangan biasa bagi warga Aceh, provinsi yang menerapkan syariat Islam.