Fenomena Tanah Retak Rusak Enam Rumah Warga di Limapuluh Kota

Fenomena tanah retak di perumahan warga di Kabupaten Limapuluhkota
Sumber :
  • VIVAnews/Andri Mardiansyah

VIVA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat merilis, terdapat enam rumah warga di Jorong Simpangtigo, Nagari Kotoalam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru mengalami kerusakan parah akibat adanya fenomena keretakan tanah. 

Payakumbuh dan Limapuluh Kota Jadi Wilayah Peredaran Narkotika Tertinggi di Sumbar, Kata Ketua DPRD

Sebanyak enam kepala keluarga dengan total jumlah delapan jiwa, terpaksa harus mengungsi ke rumah kerabat terdekat.  

Keretakan tanah ini, terpantau sejak Selasa, 10 Desember 2019. Menurut Kepala Pelaksana BPBD Limapuluh Kota, Joni Amir, keretakan tanah sepanjang 15 meter itu disebabkan kontur tanah labil. Posisi rumah warga yang terdampak berada tepat di pinggiran jurang. Hingga saat ini, belum ada kajian mendalam dari lembaga atau otoritas terkait.  

Viral Pemuda di Limapuluh Kota Dikeroyok Hingga Tak Berdaya, 5 Ditangkap

"Memang di sekitar sana, kontur tanahnya labil. Berada di pinggir jalan Sumbar-Riau. Panjangnya ada 15 meter,” kata Joni Amir, Selasa 17 Desember 2019.

Rumah-rumah yang terdampak, dia melanjutkan, berada di pinggiran jurang sedalam 20-30 meter. “Setelah dicek, rumah-rumah itu, tidak mengantongi izin mendirikan bangunan," ujar Joni.

Lapas Ini Disulap Menjadi Pondok Pesantren

Menurut Joni, saat ini pihaknya sudah menyarankan korban terdampak untuk sementara waktu mengungsi ke rumah kerabat terdekat. Sembari, menunggu langkah dari Pemerintah Kabupaten Limapuluh kota.

Yang jelas, rumah itu saat ini tidak aman untuk ditempati. Kondisi kerusakannya cukup parah dan berada di pinggiran jurang.

"Sekarang kita imbau untuk tidak menghuni rumah itu. Ke depan, kita carikan solusinya," tutur Joni.

Terpisah, ahli geologi Sumatera Barat, Ade Edward menyimpulkan, kawasan itu memang merupakan zona rawan gerakan tanah. Jika melihat posisi tanah yang retak, yakni berada di tepi tebing terjal lebih dari 45 derajat, maka tidak aneh jika kemudian terjadi fenomena keretakan tanah. 

"Kawasan itu zona rawan gerakan tanah. Lebih dominan, karena berada pada tepi tebing yang disusun oleh tanah pelapukan,” kata Ade. 

Sementara itu, pada bagian bawahnya disusun oleh batuan andesit massive, sehingga terbentuk bidang gelincir pada kontak pertemuan antara lapisan tanah yang lunak dengan batuan andesit yang massive dan keras. “Indikasinya, terlihat dari jalur retakan yang sejajar dengan tebing," ujar Ade.

Menurut Ade, seharusnya otoritas terkait saat ini sudah melakukan kajian secara teknis di lokasi itu. Karena, sudah jelas akan ada ancaman berikutnya.

Biasanya, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menurunkan tim geologi untuk mengkaji itu. Tapi, sekarang ada perubahan kewenangan. ESDM, tidak lagi punya wewenang untuk mitigasi bencana geologi. 

Ade Edward memastikan, fenomena keretakan itu murni disebabkan labilnya kontur tanah. Dan, sama sekali tidak ada kaitannya dengan jalur gempa bumi darat yakni Great Sumatran Fault atau Patahan Semangko. Karena, di Kabupaten Limapuluh Kota, tidak dilalui patahan semangko.

"Secara geologi, lapisan tanah di daerah tersebut merupakan tanah lempung hasil pelapukan yang berada di atas batuan andesit massive, sehingga rawan gerakan tanah,” kata dia. 

Lapisan tanah di daerah ini relatif tidak dalam. Tipenya, tipe rayapan dengan pergerakan lambat tapi konsisten. “Artinya, akan bergerak terus. Dan, sama sekali tidak ada kaitan dengan Patahan Semangko," ujar Ade. 

Ia menilai, secara umum di kawasan itu memang tidak layak untuk didirikan bangunan. Karena, berada di tepi tebing. Ditambah lagi, lahannya terjepit sempit antara jalan dan tebing jurang. Sementara itu, tanahnya adalah tanah liat yang bersifat plastis dan mudah bergerak.

"Jadi, kawasan itu tidak layak bangun. Antisipasinya adalah, segera pasang bangunan penahan. Meski kemudian biayanya cukup besar," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya