Ujian Nasional akan Dihapus, Begini Respons Para Guru
Antara
Sejak pertama kali diluncurkan tahun 2003 lalu, Ujian Nasional (UN) yang digunakan sebagai metode untuk menentukan syarat kelulusan siswa di tingkat SD, SMP dan SMA ini telah lama menuai pro dan kontra.
Selain dinilai salah sasaran, UN juga dipandang sebagai mekanisme yang sangat membebani siswa dan anggaran. Tahun 2019 ini saja, pelaksanaan ujian nasional menyedot anggaran hingga Rp210 Miliar. Sementara menurut pengamat pendidikan, Budi Trikorayanto pelaksanaan UN selama ini tidak berguna.
"Padahal UN saat ini tidak berguna, pemborosan juga. Untuk penerimaan di PT (Perguruan Tinggi) tidak dipakai (SNMPTN pakai rapor, SBMPTN pakai tes sendiri) yang dilihat SKHUN (surat Keterangan Hasil Ujian Nasional)," sambungnya.
Apresiasi atas penghapusan UN ini juga disampaikan Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang dalam rilisnya menyatakan Ujian Nasional (UN) tepat dihapuskan.
Mereka mengatakan mekanisme UN selama ini menghambat anak-anak di Indonesia mengembangkan kemampuan daya nalar mereka dan juga tidak mendorong anak didik mengembangkan minat dan bakatnya.
Sebaliknya orientasi belajar mereka hanya pada kelulusan.
"Tetapi yang mereka lakukan adalah melakukan segala macam cara untuk mendapatkan nilai tinggi di ujian nasional. Sehingga UN turut berpartisipasi terhadap semakin menurunnya kemampuan anak-anak. Jadi UN tidak membuat pendidikan kita lebih baik, karena orang-orang pada belajar hanya untuk bagaimana lulus ujian," kata Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu sejumlah pelajar menyambut gembira dihapuskannya Ujian Nasional.