Logo BBC

Kota Tua Semarang: Dulu Terlantar, Kini Mirip Disneyland

- BBC News Indonesia/Nonie Arnee
- BBC News Indonesia/Nonie Arnee
Sumber :
  • bbc

"Salah-satu ujungnya akan dijadikan museum, yaitu di daerah Bubakan," katanya.

Pemkot juga berencana mengintegrasikan Kota Lama dengan beberapa kampung budaya di sekitarnya, seperti kawasan Pecinan, Kampung Arab dan Kampung Melayu.

Mengapa revitalisasi dianggap `tidak hargai keautentikan sejarah`?

Rukardi, koordinator Komunitas pegiat sejarah, KPS, Semarang, menghargai upaya revitalisasi Kota Tua Semarang, namun dia mengatakan "banyak catatan" dalam prosesnya.

"Apakah prosesnya sudah sesuai dengan azas pelestarian? Menurut saya, banyak catatan dalam proses itu,`` kata Rukardi kepada Nonie Arnie, wartawan di Semarang.

Menurutnya, ada beberapa bangunan yang sudah direnovasi, namun kemudian bentuknya berubah dan berbeda dari aslinya.

"Konservasi (bangunan cagar budaya) itu `kan mengembalikan sesuai dengan aslinya, tapi yang terjadi, justru lebih banyak polesannya," ujar Rukadi.

Secara umum, meminjam istilah kalangan pegiat sejarah di Semarang, Rukadi menyebut proses revitalisasi Kota Tua Semarang sebagai "beautifikasi".

Dia kemudian memberikan contoh sejumlah ornamen seperti pembatas jalan, lampu-lampu dan gardu telepon, yang disebutnya "salah konteks".

"Misalnya gardu telepon (warna merah) yang sangat British, meskipun itu ada fungsinya untuk charger , yang sangat aneh di situ," katanya.

"Chargernya bisa dipakai, lah gardu telepon buat apa? Pajangan saja? Ini tidak tepat," cetus Rukardi.

Mengapa ada gardu telepon ala London di Kota Tua Semarang?

Pendapat senada juga diutarakan pegiat Kota Tua Semarang, Tjahjono Rahardjo, yang mengaku khawatir dengan berbagai aksesori, seperti lampu jalan, pembatas jalan, serta elemen yang tidak terkait kota lama.

"Seperti telepon boks merah atau pancuran air yang kita temukan di Inggris," katanya. "Untuk apa kita masukkan ke situ?"

Kehadiran aksesoris seperti itu, lanjutnya, mengalahkan keberadaan bangunan cagar budaya yang relatif baik.

Dia kemudian mencontohkan kehadiran lampu-lampu di trotoar yang dianggapnya terlalu banyak. Dia menganggap semestinya sebagian lampu dapat digunakan untuk menyorot bangunan cagar budaya.

"Pantulan gedung itu akan menerangi jalan, itu akan indah sekali bangunannya," katanya. "Bangunannya kelihatan menonjol, jalan juga terang."