Kota Tua Semarang: Dulu Terlantar, Kini Mirip Disneyland
- bbc
Revitalisasi Kota Tua Semarang mampu menghidupkan kawasan yang dulu nyaris terlantar sehingga kini dibanjiri pelancong . Namun, revitalisasi ini dikritik lantaran dianggap kurang menghargai keautentikan sejarah.
Langit di atas Kota Tua Semarang perlahan-lahan berubah dari lembayung menjadi kehitaman, tetapi Ema masih terlihat asyik berswafoto di depan Gereja Blenduk.
Di depan bangunan yang didirikan pada 1753, dan salah-satu ikon penting Semarang, ibu paruh baya itu tak begitu mempedulikan ratusan orang yang lalu lalang di sekitarnya - dan langit yang makin gelap.
Ema dan rekan-rekannya tidak sendirian. Di sekelilingnya, serombongan anak muda pun bergaya dan berfoto bersama di depan gereja tersebut. Ini juga terlihat di depan sejumlah bangunan cagar budaya dan tua lainnya di kawasan itu.
"Wah, bagus banget!" Ema terlihat bersemangat ketika dimintai komentarnya tentang wajah Kota Tua Semarang yang sedang direvitalisasi. "Nyaman buat jalan-jalan, rapi."
Sekitar 10 tahun atau 20 tahun silam, pemandangan seperti itu jarang terlihat di kawasan gereja Blenduk dan sudut-sudut lainnya. Saat beranjak malam, kala itu, orang-orang kemungkinan berpikir ulang untuk mengunjungi kawasan kota tua.
Tapi, "sekarang makin ramai, makin terang jalan-jalannya," aku Dian Ariesyana, salah-seorang warga setempat, yang membuka toko alat-alat tulis. Rumahnya yang dia sulap menjadi tempat usaha terletak di salah-salah sudut jalan utamanya.
"Dan, aman," tambahnya. Pada akhir pekan, bersama suaminya, Dian menjual minuman jeruk peras di depan rumahnya. "Kami senang, tentu saja..."
Kesaksian Ema dan Dian Ariesyana ini, tentu saja, tidak terlepas dari tangan dingin Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, yang sejak dua tahun lalu, menggenjot pembangunan fisik di kawasan itu, dengan guyuran dana sekitar Rp160 miliar dari pemerintah pusat.
Sempat tersendat pada awalnya, proyek ambisius Hendi - panggilan akrabnya - mampu merevitalisasi sekitar 80?ri 116 bangunan cagar budaya dan memugar infrastruktur pendukungnya hingga September 2019 lalu. Tahun ini, revitalisasi memasuki tahap kedua.
Mengapa sulit merevitalisasi Kota Tua Semarang?
Sudah sejak lama ada kesadaran yang terus tumbuh untuk merawat sejarah dengan berikhtiar menyelamatkan ratusan gedung tua di kawasan Kota Tua Semarang.
Namun demikian, upaya penyelamatan gedung-gedung tua di Semarang, yang sebagian masuk kategori dilindungi, dihadapkan pada masalah klasik, yaitu dana.
Ada ikhtiar merawat bangunan kuno yang berhasil, tetapi sebagian lagi dibiarkan terlantar dan bahkan dirobohkan. Bahkan dilaporkan ada pemilik bangunan menginginkan agar miliknya tidak termasuk yang harus dilindungi, sehingga bisa dijual.
Sekitar empat atau lima tahun silam, masyarakat peduli sejarah di Semarang dikejutkan robohnya bangunan tua di Jalan Kepodang, yang diduga bekas kantor redaksi surat kabar De Locomotief (terbit pertama kali pada 1851) dan dikenal sebagai pendukung politik Etis.
Kemarahan masyarakat pencinta sejarah di kota itu juga meledak ketika Pasar Peterongan, yang dibangun pada 1916, dibongkar, ketika perdebatan perdebatan ihwal nilai sejarah dan peruntukannya dianggap belum tuntas.
Tetapi ada kisah yang menyenangkan ketika gedung bekas kantor Sarekat Islam di Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Semarang, direnovasi. Semula gedung bersejarah ini kondisinya menyedihkan, namun sejak awal 2014, gedung ini dijadikan cagar budaya dan dipugar.