Apakah Ini Masa Suram HAM dan Demokrasi Indonesia
- dw
Kekhawatiran terhadap penyelesaian masalah HAM dan demokrasi, bukan kekhawatiran saya sendiri. Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet juga berbagi kekhawatiran yang sama. SAFEnet bahkan memprediksi Indonesia di bawah Presiden Jokowi pada periode kedua kepemimpinannya berada di siaga 1 dalam represi kemerdekaan berekspresi dan kriminalisasi aktivis prodemokrasi.
Yang dijadikan ukuran oleh SAFEnet adalah tiga faktor. Pertama, hak mengakses informasi, di mana pemerintah telah melakukan pemadaman internet, pemblokiran situs web, atau serangan siber. Kedua, kriminalisasi para aktivis prodemokrasi dan jurnalis. Ketiga, semakin seringnya tindakan pembubaran secara paksa diskusi akademik dan pembatasan hak masyarakat untuk berkumpul atau menyerukan pendapat.
Senada dengan SAFEnet, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai pidato perdana Jokowi menunjukkan pemerintahan yang mengarah pada pembangunan ala era Orde Baru.
Seperti dikutip Tempo.co, Firman menyayangkan pidato Jokowi yang seakan tak menaruh perhatian terhadap masalah hukum, HAM, demokrasi, dan pemberantasan korupsi. Dia menilai, padahal empat hal itu merupakan masalah pokok yang juga berkaitan dengan Pancasila dan kemanusiaan.
Masa depan demokrasi dan HAM di Indonesia lebih muram dari yang sudah-sudah
Dalam lima tahun ke depan ini kita akan berada dalam cengkeraman oligarki dan militer. Lalu setelah itu, dalam pemilu berikutnya—jika publik sipil tidak melakukan perlawanan atas dominasi mereka—saya kira kaum oligarki dan militer juga akan terus bercumbu di dalam politik dan pembagian kekuasaan.
Walau demikian, saya masih punya harapan besar pada masyarakat sipil Indonesia. Gelombang aksi mahasiswa yang terjadi sejak September 2019, membuat saya yakin, generasi muda bangsa ini masih peduli pada kemanusiaan dan demokrasi. Asalkan mereka terus belajar, mendengar, dan beraksi, oligarki dan militerisme akan selalu mendapat penentang yang kuat.