Ganjar Pranowo Minta Pemkot Solo Pertegas Aturan Kuliner Daging Anjing
- VIVAnews/Dwi Royanto
VIVA – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta Pemerintah Kota Solo membuat regulasi tegas terhadap penyembelihan, perdagangan, dan konsumsi daging anjing. Di Jawa Tengah, tingkat konsumsi daging anjing merupakan yang terbesar.
"Kita mesti mendorong Pemerintah Kota Solo untuk membuat aturan yang tegas, DPRD-nya membuat regulasi yang melarang orang makan atau berjualan daging anjing," kata Ganjar saat menerima aktivis pencinta anjing Dog Meet Free Indonesia (DMFI) di kantornya, Semarang, Selasa, 3 Desember 2019.
Tingginya tingkat perdagangan dan konsumsi anjing di Solo memang mengkhawatirkan. Data Dog Meet Free Indonesia bahkan menyebut 13.700 anjing dibantai di Solo Raya untuk dikonsumsi dagingnya. Kota Surakarta termasuk kota dengan tingkat konsumsi terbesar.
Diperkirakan seratus lebih warung olahan anjing berada di Solo Raya. Di Kota Solo saja ada 82 warung. Anjing-anjing yang dijual itu datang dari pemasok utama, yakni Jawa Barat, yang belum terbebas dari rabies.
Prihatin dengan itu, Ganjar menegaskan, anjing bukanlah binatang untuk dikonsumsi. Bahkan hal itu juga diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam Pasal (1) disebutkan bahwa anjing tidak termasuk dalam makanan konsumsi karena bukan merupakan sumber hayati produk peternakan, kehutanan atau jenis lainnya.
"Undang-undang juga tidak membolehkan. Umpama beberapa kabupaten menginisiasi melarang, yang lain ikutan. Nanti biar kepala dinas saya memanggil dinas-dinas terkait," katanya.
Ganjar mengajak masyarakat yang telanjur membuka warung olahan daging anjing untuk beralih. Bagi yang terbiasa mengonsumsi, Ganjar mengatakan masih banyak daging yang lebih enak dengan kualitas terjamin.
"Makanlah daging yang memang layak untuk dikonsumsi. Sapi lebih enak, ayam lebih enak. Nanti bahayanya adalah rabies dan ini akan merajalela. Itu yang saya kira masyarakat pemakan anjing perlu disadarkan," katanya.
Sejak tahun 1995, Jawa Tengah memang sudah tidak ditemukan lagi kasus rabies. Melihat perkembangan itu, akhirnya Kementerian Pertanian mengeluarkan surat keputusan Nomor 892/Kota/TN.560/9/1997 yang menyatakan Jateng bebas rabies. Namun, dengan maraknya perdagangan, penyembelihan, dan konsumsi daging anjing di Solo Raya cukup mengancam status itu.
Karin Franken, koordinator DMFI Pusat, mengatakan bahwa status itu kini terancam karena konsumsi Hewan Pembawa Rabies (HBR) di Jawa Tengah, anjing salah satunya, cukup tinggi.
"Kondisi saat ini banyak [anjing] yang dikirim ke Jateng. Makanya kita minta pemerintah ambil langkah cepat untuk menghentikan konsumsi itu --Salatiga, Semarang, Solo, Sukoharjo, Sragen. Solo paling banyak. Selain konsumsi daging, alat transportasinya juga memicu penyakit rabies," katanya.