Menag Bilang Majelis Taklim yang Terdaftar Mudahkan Terima Bantuan
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim menuai polemik karena dianggap kebijakan yang berlebihan. Dalam peraturan itu, sebuah majelis taklim harus mendaftarkan diri keberadaannya kepada pemerintah.
Menteri Agama Fachrul Razi mengklarifikasi bahwa sebenarnya peraturan tersebut tidak mewajibkan setiap majelis taklim mendaftarkan diri kepada pemerintah. "Tidak juga [berlebihan]. Sebenarnya kita tidak mewajibkan," kata Fachrul di kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, Sabtu, 30 November 2019.
Selama ini, katanya, majelis taklim ada yang meminta bantuan saat akan melaksanaan sebuah acara. Nama majelis taklim yang telah terdaftar akan mempermudah pemerintah mengenalinya dan kalau diperlukan memberikan bantuan.
Berbeda kalau sebaliknya, ketika majelis taklim tak terdaftar, atau bahkan tak jelas keberadaannya. "Gimana kita mau bantu kalau data majelis taklim dari mana," katanya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily sebelumnya mengkritik kebijakan sang Menteri. Dia menganggap urusan itu bukanlah kewenangan negara. “… dalam pandangan saya, terlalu berlebihan mengatur hal yang sebetulnya bukan ranah negara," ujarnya, kemarin.
Majelis taklim, dia mengingatkan, bukan institusi pendidikan formal, tapi informal dan non-formal, yang tidak memerlukan pengaturan negara. Majelis taklim secara kelembagaan merupakan pranata sosial keagamaan yang lahir dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
"Tidak perlu ada pengaturan teknis dari pemerintah. Ini merupakan ranah civil society (masyarakat sipil) Islam yang seharusnya diatur oleh masyarakat sendiri," katanya.