Ketika 'Ekspresi Teologis' Bersinggungan dengan 'Nasionalisme Sempit'
- bbc
Komsioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan, Retno Listyarti mengungkap insiden seperti yang terjadi di Batam bukan kali pertama terjadi.
Sebelumnya pada tahun 2010 di Nusa Tenggara Tenggara dan tahun lalu di Kalimantan Utara, KPAI mendapat laporan adanya siswa sekolah yang dikeluarkan karena menolak hormat kepada bendera Merah Putih.
"Kasus ini bukan kasus pertama di Indonesia. Artinya perlu melihat ini secara bijak," ujar Retno.
Yang semestinya dilakukan oleh pihak sekolah, menurut Retno, adalah melakukan dialog dan pembinaan, baik kepada siswa dan orang tuanya.
Dia juga menyoroti keputusan untuk "memutasi" mereka ke PKBM bukan pilihan yang tepat.
"Sekolah seperti membuang masalah. Lalu apakah ini kemudian menyelesaikan masalah?," imbuhnya.
Jika penyelesaian persoalan ini tidak sesuai hak asasi manusia, dan tidak mendengarkan suara anak, KPAI khawatir anak menjadi dendam dan marah pada situasi yang menimpanya.
"Harusnya ada upaya yang dilakukan oleh pemda dan Kementerian Agama untuk melakukan intervensi berbasis keluarga, karena problemnya kan di pengasuhan.
Sebelumnya, Komite Sekolah SMP Negeri 21 Batam, mengaku sudah berusaha menangani kasus ini dengan persuasif.
Namun, orang tua murid tetap bersikeras tidak mau mengikuti aturan dan memegang keyakinan mereka untuk melarang anak-anak hormat bendera.
Mengapa mereka menolak hormat kepada bendera?
Herlina, orang tua murid tersebut, mengatakan saat bersekolah di SD swasta, keyakinan anaknya ini tak pernah dipersoalkan. Kemudian, anaknya melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 21 Batam hingga menginjak kelas 8.