Annas Maamun Dapat Grasi, KPK Ingatkan Soal Kerugian Lingkungan Hidup

Mantan Gubernur Riau Annas Maamun
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan mantan Gubernur Riau, Annas Maamun adalah terpidana kasus korupsi di sektor kehutanan. Terdapat dua persoalan utama mengenai perkara Annas Maamun, yakni tindak pidana korupsi dan lingkungan hidup yang dirugikan.

OTT di Bengkulu, Alex Marwata Sebut Terkait Pemungutan ke Pegawai untuk Pendanaan Pilkada

Pernyataan tersebut disampaikan KPK menanggapi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi atau pengurangan masa hukuman terhadap Annas Maamun. 

"Kita perlu melihat kacamata persoalan ini secara lebih luas, terutama korupsi yang terjadi ini di lintas sektor, bukan saja korupsi proyek tetapi juga kehutanan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Rabu, 27 November 2019. 

OTT di Bengkulu, KPK Tangkap 7 Orang

Diketahui, melalui Keputusan Presiden Nomor 23/G tahun 2019, Jokowi mengurangi masa hukuman Annas Maamun selama 1 tahun dari semula pidana penjara 7 tahun jadi 6 tahun. Dengan grasi ini, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020 dari semula 3 Oktober 2021.

Dalam putusan kasasi, MA menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara terhadap Annas atau bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015. Namun, Presiden memberikan grasi untuk Annas Maamun padahal MA telah memutuskan menambahkan hukumannya. 

Dharma Pongrekun Ungkap Penyebab Tiga Kali Gagal Jadi Pimpinan KPK

KPK menjelaskan, pada perkaranya, Annas didakwa kumulatif yakni menerima suap US$166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut, terkait kepentingan memasukan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektara, di tiga Kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Kemudian Annas didakwa menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung, terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau, serta menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar dari pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Group Surya Darmadi melalui Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta, untuk kepentingan memasukan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.

KPK mengingatkan, korupsi di sektor kehutanan tak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga telah merusak lingkungan hidup yang seharusnya dijaga dan dilestarikan demi generasi mendatang.

"Ini termasuk korupsi yang berada di dua sektor, pertama korupsi itu sendiri dan berada dalam sektor kehutanan. Kalau kita pelajari korupsi di sektor kehutanan, sebenarnya kerugiannya bukan hanya bicara kerugian negara dan pihak-pihak tertentu tetapi terhadap lingkungan itu sendiri," kata Febri. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan, alasan Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas Maamun. Grasi tersebut diklaim diberikan atas dasar kemanusiaan, mengingat Annas sudah berusia lebih dari 70 tahun, tepatnya 78 tahun dan sedang mengidap sejumlah penyakit sesuai keterangan dokter, seperti PPOK atau COPD akut, dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas sehingga membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari.

Febri menyatakan, dalam surat yang disampaikan Lapas Sukamiskin kepada KPK pada Selasa, 26 November 2019, tidak disebutkan pertimbangan pemberian grasi Annas Maamun. Meskipun demikian, lembaga antirasuah tetap hormati keputusan Jokowi memberikan grasi pada Annas Maamun yang menjadi kewenangan Presiden tersebut. 

"Di surat itu sebenarnya tak dibunyikan pertimbangan dari pemberian grasi tersebut. Karena itu KPK menyampaikan secara kelembagaan akan tetap menghormati kewenangan Presiden," ujar Febri.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya