Logo BBC

Dua Bulan Usai Kerusuhan Wamena: Trauma dan Was-was Masih Menghantui

Anak-anak bermain di sekitar puing sisa kerusuhan Wamena yang terjadi 23 September 2019 lalu (26/11) - Vanessa Aronggear
Anak-anak bermain di sekitar puing sisa kerusuhan Wamena yang terjadi 23 September 2019 lalu (26/11) - Vanessa Aronggear
Sumber :
  • bbc

"Sebagian mungkin ada yang bisa dipercaya, itu tertentu yang mereka sudah (kita) kenal dekat. Tapi sebagian juga – kalau mungkin kita jalan sendirian, terus di sekitar ada yang kurang – (ada) pergerakan yang menyimpang sedikit, kita lebih baik menghindar daripada terjadi apa-apa," tutur Naufal.

Hal yang sama diamati Agusta Bunai, warga asli Papua, yang menilai terdapat suasana yang berbeda di Wamena.

"Sebelum 23 (September) sama sekarang agak beda. Kalau sekarang, orang lebih waspada," imbuhnya.

Trauma yang dirasakan warga Wamena masih menjadi salah satu fokus pemerintah. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jayawijaya, Daulat Siregar, mengaku masih melakukan upaya pemulihan trauma kepada masyarakat.

"Kita masih utamakan untuk perbaikan-perbaikan kondisi traumanya," ujar Daulat kepada BBC News Indonesia (23/11).

"Terutama untuk anak-anak sekolah."

Ia juga menuturkan bahwa upaya untuk memperbaiki relasi antara warga Papua dengan warga pendatang sudah berulangkali dilakukan dengan berbagai pendekatan yang dilakukan sejumlah pihak.

"Seperti pendekatan yang dilakukan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, bahwa situasi di Wamena sudah pulih," tuturnya, "Bahwa sudah selesai, tidak ada permusuhan."

Dirinya juga mengklaim bahwa pihaknya tengah mencoba menyalurkan bantuan pangan ke distrik-distrik di sekitar Wamena, tempat sejumlah warga Papua mengevakuasi diri setelah kerusuhan.

"Sementara ini, kami masih pendekatan. Kami sudah mulai jalan seperti pendistribusian bantuan-bantuan bama (pangan, red.)."

Menurut Daulat, proses pemulihan di Wamena diusulkan untuk diperpanjang, dari yang sebelumnya berakhir pada 7 Oktober lalu, menjadi Februari 2020.