Dua Bulan Usai Kerusuhan Wamena: Trauma dan Was-was Masih Menghantui
![Anak-anak bermain di sekitar puing sisa kerusuhan Wamena yang terjadi 23 September 2019 lalu (26/11) - Vanessa Aronggear](https://thumb.viva.co.id/media/frontend/thumbs3/2019/11/27/5ddde3704aa8f-wamena-dua-bulan-sejak-kerusuhan-trauma-dan-rasa-was-was-masih-menghantui-warga_665_374.jpg)
- bbc
Agusta Bunai, warga Wamena asli Papua, mengingat semua kejadian di hari itu dengan rinci di kepalanya.
"Jadi, kebanyakan siswa, orang-orang menggunakan pakaian seragam siswa SMA, perempuan, laki-laki begitu, lewat di jalur utama sudah lempar-lempar. Lempar apa saja yang dilalui," tutur Agusta.
"Bunyi tembakan juga di mana-mana."
Ia bersyukur, tak satu pun anggota keluarganya terluka. Ia juga bersyukur bahwa hubungannya dengan para tetangga yang berasal dari luar Papua justru semakin kuat semenjak tragedi tersebut.
"Malahan ketika waktu kejadian itu, tetangga kami, kami saling memberikan informasi untuk saling menjaga keamanan," katanya.
Dengan trauma yang masih ia rasakan, Agusta berusaha untuk membuat situasi kembali normal.
"Kalau untuk saya pribadi dan keluarga saya, tidak ada saling curiga atau apa antara kita dengan pendatang."
Sementara itu, Vanessa Aronggear baru kembali beraktivitas di kantornya di Wamena sebulan terakhir, setelah sempat mengungsi selama satu bulan di Kota Jayapura, Papua.
Hingga kini, dirinya pun masih belum merasa tenang akan situasi di kota tempatnya tumbuh besar itu.
"(Sekarang) kita masih lebih was-was, karena kan, misalnya kalau ada segerombolan (orang) jalan gitu takut ada apa-apa," katanya kepada BBC News Indonesia (22/11).
Vanessa, yang berdarah Papua-Jawa, memutuskan kembali ke Wamena akhir Oktober lalu setelah rekan-rekannya meyakinkan dirinya bahwa kondisi kota sudah kondusif. Alasan lainnya, ia masih memiliki tanggung jawab pekerjaan yang harus ia lakoni.