Dua Bulan Usai Kerusuhan Wamena: Trauma dan Was-was Masih Menghantui
- bbc
VIVA – Dua bulan sejak kerusuhan di Wamena, situasi ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua itu mulai pulih, meski suasana yang hadir tak lagi sama.
Beberapa toko sudah kembali buka, aktivitas perkantoran pun mulai beroperasi lagi. Sebagian masyarakat juga tampak hilir mudik di pusat kota.
Hanya saja, semuanya dalam skala yang lebih terbatas.
"Tidak seramai sebelum tanggal 23 (September)," kata Agusta Bunai, warga yang sehari-hari bekerja sebagai pengrajin aksesoris, kepada BBC News Indonesia (22/11).
"Kalau sekarang, orang lebih waspada. Artinya, kalau macam kami, ya pulang lebih tempo (lebih cepat, red.), lebih-lebih waspada," ungkapnya.
Tidak hanya warga, pihak aparat juga mengaku bahwa kondisi Wamena belum kembali seperti semula. Terlebih masih banyak puing-puing bangunan rusak dan hangus akibat kerusuhan yang belum dibersihkan.
"Situasi sudah mulai kembali normal, kondusif, stabilitas keamanan juga terkontrol. Namun kalau dibilang 100% kan tidak, karena kan masih banyak dalam proses rehabilitasi," kata Kepala Penerangan Kodam VXII/Cenderawasih, Letkol Cpl Eko Daryanto, saat dihubungi BBC News Indonesia (22/11).
Pada hari Senin, 23 September 2019, Wamena menjadi medan berdarah setelah sekelompok massa yang sebagiannya berseragam SMA (sekolah menengah atas) melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap sejumlah bangunan – termasuk kantor bupati Wamena – serta menyerang warga. Sedikitnya 33 orang tewas dalam kerusuhan tersebut.
Kejadian itu dipicu oleh insiden perkataan yang diduga bernada rasial dari seorang guru terhadap siswa asli Papua di Wamena, dugaan yang kemudian dibantah polisi yang menganggap massa perusuh termakan hoaks.
Sekarang, warga Wamena – baik warga asli Papua, maupun para pendatang – mencoba menjalani kembali kehidupan mereka seperti sediakala, meski rasa was-was masih menghantui.
`Was-was`