Ada Standarisasi Dai, MUI: Kita Tidak Beda-bedain
- VIVAnews/Eduward Ambarita
VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat program dengan membuat standarisasi dai. Standarisasi ini sebagai cara untuk memfasilitasi para pendakwah disalurkan mengisi ceramah di instansi kementerian.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, M. Cholil Nafis, mengatakan para pendakwah yang sudah memiliki sertifikat punya keistimewaan yakni bisa direkomendasikan mengisi ceramah di kantor-kantor pemerintah dan BUMN.
"Bagi kita tidak ada yang beda-bedain (pendakwah). Semuanya mau masuk silakan. Sebagaimana MUI sebagai tenda besar, sebagai payung besar umat Islam di Indonesia dan bergabung di sini," kata Cholil di kantor MUI Jakarta, Senin 25 November 2019.
Dalam seleksi ini, kata Cholil, para pendakwah bakal mengisi riwayat hidup terlebih dulu berikut mencantumkan keahliannya. Cholil memberi gambaran, seperti di kantor pemerintah dan BUMN hampir setiap hari selalu ada kegiatan keagamaan.
Maka dari itu, MUI pun jemput bola dan berkepentingan mencantumkan prasyarat bagi para pendakwah yang layak jika berceramah di ranah publik.
"Sehingga masyarakat mau mengundang yang mana, kami kembalikan kepada masyarakat. Jangan sampai nanti Pak saya punya sertifikat MUI, kira-kira banyak tidak undangan saya. Banyak yang ngomong begitu, nanti kita disalurkan ke mana'. Ini bukan salur menyalurkan, ini adalah soal bagaimana prudent dipercaya," kata Cholil.
Cholil pun menjelaskan, kriteria pendakwah yang akan mendapatkan sertifikat. MUI memberi syarat agar lolos mendapat cap standarisasi dai yang salah satunya tidak anti Pancasila. Keputusan memberi sertifikasi pun merupakan hak sepenuhnya MUI dalam menentukan.
"Pasti tidak lulus. Atau ada orang yang di sini tidak mengikuti aqidah ahlus sunnah wal jama'ah. Tidak lulus," kata dia.
Namun, ia menekankan jika tak lulus bukan berarti tak boleh dakwah. Standarisasi ini hanya pilihan dan tak menjadi pembatasan.
"Ini kan lulusnya direkomendasi, bukan tidak lulus, tidak boleh dakwah," ujarnya.