Pemkab Agam Tetapkan Masa Tanggap Darurat Banjir Bandang 15 Hari
- VIVAnews/ Andri Mardiansyah (Padang)
VIVA – Pemerintah Kabupaten Agam, Sumatera Barat menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir bandang yang menerjang Jorong Galapung, Nagari Tanjung Sani, Kecamatan Tanjung Raya, selama 15 hari ke depan, terhitung mulai Jumat, 22 November 2019.
Keputusan masa tanggap darurat itu diputuskan, setelah semua pihak terkait menggelar rapat untuk menyikapi dampak bencana banjir bandang, yang menyebabkan kerugian mencapai miliaran rupiah.
"Sebelumnya, kita sudah tetapkan selama tiga hari. Namun, kami perpanjang menjadi 15 hari,” kata Wakil Bupati Kabupaten Agam, Trinda Farhan, hari ini.
Menurut Trinda, wilayah Tanjung Sani merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Agam yang masuk kategori daerah rawan bencana. Selain itu ada wilayah Tanjung Raya, Palupuah dan Malalak. Karena, Agam berada di punggung Bukit Barisan. Bahkan untuk Tanjung Sani, pascagempa 2009 sempat ditetapkan sebagai zona merah.
"Tanjung Sani ini daerah paling rawan di Agam. Tadi sudah saya sampaikan ke Kalaksa BPBD Agam untuk menelusuri kawasan bukit yang ada di belakang pemukiman warga di Tanjung Sani, mana tahu masih ada potensi bencana yang terjadi," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Agam, kata Trinda Farhan, mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di Jorong Galapung, untuk dapat mengosongkan area yang terdampak banjir bandang secepatnya. Hal itu supaya pembersihan material banjir yang membawa lumpur dan batu-batuan yang menutupi akses jalan, maupun material lumpur yang masuk ke dalam rumah warga cepat selesai.
"Ini tidak bisa diulur-ulur lagi. Penanganannya harus cepat. Masyarakat diimbau untuk mengosongkan areal banjir bandang ini, dan kami akan siapkan huntara untuk warga terdampak," katanya.
Menurut Trinda, saat ini BPBD dan intansi terkait sudah bekerja membersihkan material banjir bandang. Pembersihan material banjir bandang ini juga didukung dari berbagai intansi seperti TNI, relawan TRC Semen Padang, dan relawan lainnya.
Sementara itu, Walinagari Tanjung Sani Maizon mengungkapkan, untuk wilayah Jorong Galapung ini, setidaknya sudah empat kali terjadi bencana banjir bandang dalam tahun ini. Namun kali ini, dampaknya cukup parah. Bahkan, sebanyak 5 unit rumah rusak berat dan 9 rumah rusak sedang. Kemudian 48 jiwa terdampak.
Selain itu, Masjid Istigfar dan MDA Galapung rusak berat karena tertimbun material galodo berupa batu, pasir, lumpur dan tanah hingga setinggi 4 meter lebih. Kemudian, badan jalan umum juga tertimbun material banjir bandang setinggi 3 meter, dengan panjang lebih kurang 250 meter.
"Kalau galodo sebelumnya yang terjadi di tahun 2019 ini, dampak yang ditimbulkan tidak begitu parah, hanya badan jalan yang ditutupi material banjir bandang. Kalau sekarang, warga pun terpaksa evakuasi ke rumah saudaranya yang berada di lokasi aman," ujarnya.
Dekat dengan bencana
Maizon menuturkan, masyarakat Jorong Galapung atau Nagari Tanjung Sani pada umumnya, bisa dikatakan dekat dengan bencana sejak era nenek moyang hingga sekarang. Sebab, hampir tiap tahun berbagai bencana menyelimuti Tanjung Sani.
Namun begitu, menurut Maizon, masyarakat Tanjung Sani yang jumlahnya sekitar 4.000 jiwa, sudah siap menghadapi apapun bencana yang terjadi. Sebab, masyarakat sudah belajar dari alam. Tanda-tanda alam pun menjadi petunjuk bagi masyarakat jika akan terjadi bencana di Tanjung Sani ini.
"Pepatah Minang mengatakan 'alam takambang jadi guru'. Itu lah pedoman bagi kami sebagai masyarakat Minang di Tanjung Sani. Jika hujan lebat dengan durasi waktu lebih satu jam, kami semua sudah waspada. Kemudian kalau batu dan kayu di bukit sudah mulai berjatuhan, kami pun langsung evakuasi ke tempat aman. Jadi, ada level waspadanya," ujar Maizon.