Logo BBC

Api dalam Sekam Konflik Aceh Singkil

Yang tersisa dari Gereja HKI Suka Makmur, empat tahun setelah dibakar massa - BBC News Indonesia
Yang tersisa dari Gereja HKI Suka Makmur, empat tahun setelah dibakar massa - BBC News Indonesia
Sumber :
  • bbc

Empat tahun pascakonflik agama yang terjadi di Aceh Singkil, rekonsiliasi masih belum mencapai titik temu. Konflik Aceh Singkil disebut sebagai potret buruk intoleransi di Indonesia, di tengah menjamurnya `konservatisme yang terobsesi melakukan politik penyeragaman atas nama mayoritas`.

Pembakaran Gereja HKI Suka Makmur di Aceh Singil pada 2015, menjadi awal apa yang disebut sebagai Konfik Aceh Singkil. Saat itu sejumlah gereja dibakar dan dibongkar lantaran dianggap tak memiliki izin.

Empat tahun berselang, Martina Berutu, warga Desa Suka Makmur di Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil, yang juga menjadi salah satu pengurus gereja, mengaku kewalahan dengan banyaknya persyaratan untuk mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) gereja di provinsi yang mayoritas penduduknya beragama Islam itu.

"Rasa resah, nggak bisa lagi aku ngomong . Apalagi pengurusan IMB sejak 2016 disuruh diurus, sampai sekarang nggak ada muncul-muncul. Padahal berkas kami bolak-balik, udah semua. Sementara kami sudah dapat tujuh rekomendasi," jelas Masarani.

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sebelumnya memberlakukan persyaratan yang ketat untuk IMB gereja, yakni harus memiliki setidaknya 150 pengguna dan mendapat dukungan masyarakat setempat paling sedikit 120 orang, sesuai Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah.

Pemerintah daerah Aceh yang menganut hukum syariah kemudian mengeluarkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang pedoman pemeliharaan umat beragama dan pendirian tempat ibadah.

Qanun itu menyebut bahwa pendirian tempat ibadah harus memenuhi syarat memiliki setidaknya 140 jemaat dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 110 orang yang bukan pengguna tempat ibadah tersebut.

Persyaratan ini lebih ketat dari yang ditetapkan pemerintah pusat lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri No. 8 dan 9 tahun 2006.