Pimpinan KPK Berencana Ikut Daftar Permohonan Uji Formil UU Baru ke MK

Sejumlah pimpinan KPK menyerahkan pemberantasan korupsi kepada Presiden Jokowi.
Sumber :
  • Edwin Firdaus

VIVA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana ikut menjadi pihak pemohon uji formil atas Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Blak-blakan Alexander Marwata Gugat Pasal di UU KPK: Bisa jadi Alat Kriminalisasi ke Kami

Permohonan ini akan diajukan Pimpinan KPK bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi atau Tim Advokasi UU KPK.
 
"Saya sendiri juga ikut sebagai pihak. Mudah-mudahan nanti saya ikut mengantarkan itu (permohonan uji formil)," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 20 November 2019.

Agus belum bisa membeberkan lebih jauh poin-poin permohonan pihaknya. Namun ia menegaskan hal ini karena pembahasan dan pengesahan RUU KPK menjadi UU tak memenuhi asas pembentukan perundang-undang, yakni asa keterbukaan dan partisipasi masyarakat untuk memberi masukan sesuai amanat UU Nomor 12 Tahun 2011. 
 
Agus sebenarnya lebih berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Langkah Perpu menurutnya lebih baik ketimbang harus melalui proses judicial review di MK. 

Buntut Polemik Pertemuan dengan Eko Darmanto, Alex Marwata Gugat Pasal 36 UU KPK ke MK

"Kalau Perppu lebih baik, kalau berkenan ajukan Perppu lebih baik, tapi hari ini kita akan mengantarkan JR (judicial review) ke MK," kata Agus.

Secara terpisah, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menegaskan pimpinan KPK seperti dirinya dan Agus Rahardjo memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menggugat UU KPK yang baru berlaku 17 Oktober 2019 lalu. 

Nawawi Pomolango Sindir DPR Revisi UU KPK: Menarik, Tiap Ganti Pemimpin Aturan Diubah

"Kami punya legal standing. Pimpinan KPK punya legal standing," kata Saut. 

Saut manambah, pembentukan suatu undang-undang seharusnya memperhatikan filosofis, sosiologis dan yuridis formal. Dikatakan dia, dalam penyusunan hingga pengesahan UU Nomor 19 tahun 2019, pimpinan KPK tidak pernah diajak berbicara. Padahal, pimpinan KPK adalah pelaksana UU tersebut.

"Makanya saya bilang tadi ketika bicara UU Anda harus bahas sosiologis, filosofis, yuridis formal. Kan yang kami bahas soal itu. Soal filosofis bagaimana. Yuridis formalnya bagaimana dengan situasi seperti itu. Ada orang berlima ujug-ujug nggak diajak ngobrol. Itu yang menarik untuk kemudian bagaimana MK melihat itu dalam posisi kaitannya dengan UU kita," ujarnya.

Selain tidak dilibatkannya pimpinan komisi antirasuah dalam proses pembahasan UU, Saut juga menyoroti mengenai pembentukan dewan pengawas. Menurutnya, KPK sangat terbuka untuk diawasi oleh pihak manapun, namun dewan pengawas seharusnya tidak turut terlibat dalam proses hukum yang dilakukan KPK.

"Dia pengawas tetapi bagian dari pelaksanaan proses criminal justice system. Ini bagian dari proses larang atau tidak, ini tidak inline maksud check and balance yang akan dilakukan terhadap KPK," ujarnya.

"Saya berulang-ulang kali katakan KPK harus check and balance. Organisasi apapun harus di check and balances. Tapi dewas ini dibuat untuk cek and balances untuk KPK itu Anda tidak boleh masuk ke bagian proses. Kamu ngawasin tapi masuk dalam proses. Kamu mengawasi dirimu sendiri," imbuhnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya