Adik Ratu Atut Sebut Dakwaan Jaksa KPK Copy Paste
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Penasihat hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang Tubagus Chaeri Wardana, TB Sukatma, membeberkan sejumlah kejanggalan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap kliennya.
Sejumlah kejanggalan itu disampaikan TB Sukatma saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 14 November 2019.Â
Sukatma menyebut dakwaan tim Jaksa KPK tidak cermat menguraikan keuntungan yang didapatkan oleh kliennya. Jaksa pun dinilai tidak cermat dalam menguraikan sangkaan tindak pidana dengan harta benda yang disita.
Sukatma juga menyebut dakwaan tim jaksa tidak jelas dalam menjabarkan antara keuntungan yang didapat kliennya dengan tindak pidana yang didakwakan.
Contohnya, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan bahwa dalam kurun waktu tahun 2005-2012 yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa mendapatkan keuntungan tak sah dari beberapa proyek Provinsi Banten dan sekitarnya sebesar kurang lebih Rp54.792.415.458 pada tahun 2005, kurang lebih Rp51.975.585.801 pada tahun 2006, kurang lebih Rp57.369.943.980 pada tahun 2007, kurang lebih Rp123.903.000.425 pada tahun 2008, kurang lebih Rp213.010.799.979 pada 2009, kurang lebih Rp150.477.691.555 pada tahun 2010, kurang lebih Rp617.426.434.860 pada tahun 2011, dan kurang lebih Rp455.521.583.474 pada tahun 2012.
Selain itu disebutkan terdakwa mendapatkan keuntungan dari 10 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Pemprov  Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD TA 2012 sekitar Rp39.470.124.426 dan 4 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD-P TA 2012 sebesar Rp10.613.349.510.
Kemudian, Wawan, begitu Tubagus akrab disapa, juga disebutkan mendapatkan proyek pengadaan alat kesehatan pada Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dengan untung sekitar Rp7.941.630.033
"Bahwa dakwaan a quo tidak cermat menguraikan dan menunjkukan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh terdakwa dari hasil tindak pidana, khususnya untuk tahun 2005-2012, karena tidak pernah disebut dengan jelas dan cermat apa yang menjadi sumber dari apa yang disebut penuntut umum sebagai 'keuntungan tidak sah'. Bahwa dengan tak disebutkan uraian sumber keuntungan yang didapat oleh terdakwa dari tahun 2005-2012, maka Dakwaan a quo telah disusun secara tidak cermat, oleh karena itu dakwaan a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, maka dakwaan batal demi hukum," kata Sukatma.
Dalam eksepsi, penasihat hukum juga menyebut uraian perbuatan dalam dakwaan Kedua-Pertama dan Kedua-Kedua sama atau copy paste dengan uraian dakwaan ketiga, padahal dakwaan bersifat kumulatif. Dakwaan jaksa juga disebut tak jelas menguraikan kejadian atas fakta kejadian suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan oleh Terdakwa.
Kemudian, dakwaan jaksa KPK juga disebut tidak lengkap karena tidak memuat semua unsur (elemen) tindak pidana yang didakwaan.
"Bahwa dengan tidak jelasnya uraian fakta kejadian atas suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan terdakwa sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan menunjukkan bahwa dakwaan a quo telah disusun secara tidak jelas, oleh karena itu Dakwaan a quo tak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, dan karenanya dakwaan batal demi hukum," kata Sukatma.
Dalam persidangan, penasihat hukum juga menyebut jika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo.
Menurut kubu Wawan, yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini yaitu Pengadilan Tipikor Serang.
"Mengingat sebagian besar saksi bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Serang," kata Sukatma. (ase)
Â