KPK Periksa Saksi Mahkota Kasus Suap Wali Kota Medan

Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi mengagendakan pemeriksaan terhadap Anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Partai Golkar, Akbar Himawan Buchori hari ini. Akbar akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Kadis PUPR Kota Medan, Isa Ansyari.

11 Orang Diperiksa soal Kasus Korupsi Impor Gula, Ada Stafsus Tom Lembong

Terkait kasus itu, KPK juga telah menjerat Wali Kota Medan non aktif, Tengku Dzulmi Eldin selaku tersangka.

"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah lewat pesan singkatnya, Kamis, 14 November 2019.

Saksi Ahli Dilibatkan dalam Perkara Said Didu Kritik PSN di PIK 2, Bakal jadi Tersangka?

Selain Akbar, KPK juga memanggil tiga saksi lain yakni Kabag Perlengkapan dan Layanan Pengadaan Setda Kota Medan, Syarifuddin Dongoran, serta 2 orang swasta, I Ketut Yadi dan Muhammad Khairul. Ketiganya juga akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Isa Ansyari.

Akbar Himawan Buchori merupakan salah satu saksi mahkota kasus ini. Karena penting kesaksiannya, ia sudah dicegah bepergian ke luar negeri oleh penyidik KPK. Akbar dicegah selama enam bulan ke depan terhitung sejak 5 November 2019.

Jefri Nichol Diperiksa Polisi soal Dugaan Kasus Penganiayaan, Sebagai Saksi

Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah Akbar Himawan yang berlokasi di Jalan D.I. Panjaitan Nomor 142, Medan, pada Kamis, 31 Oktober 2019.

Sejauh ini, pada perkaranya, KPK baru menetapkan Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin, Kadis PUPR Medan, Isa Ansyari dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka suap terkait proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan tahun 2019.

Dzulmi Eldin dan Syamsul Fitri Siregar diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari. Uang tersebut disinyalir berkaitan jabatan Isa Ansyari yang diangkat sebagai Kadis PUPR Medan oleh Dzulmi Eldin.

KPK menduga Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Lalu, pada 18 September 2019 senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.

Tak hanya itu, Dzulmi juga diduga menerima suap dari Kadis PUPR senilai Rp200 juta. Uang suap itu dipakai salah satunya untuk memperpanjang masa perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya