Menteri Desa Tak Patuhi Anjuran MUI soal Salam Lintas Agama
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengucapkan lima salam pembuka mewakili lima agama saat mengawali paparannya dalam forum Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu 13 November 2019.
Salam pembuka Halim seakan merespons fatwa Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur yang menyarankan umat Islam tidak melakukan salam dalam lima agama.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat sore, dan salam sejahtera untuk kita semua. Om swastyastu namo buddhaya, dan salam kebajikan," kata Halim saat membuka Rakornas.
Halim mengaku, dalam berbagai pertemuan setelah fatwa keluar sempat ditegur oleh seseorang mengenai salam tersebut. Kakak Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar itu pun menjawabnya dengan santai.
"Saya jawab, 'Betul, saya orang Jatim, tetapi saya enggak punya kartu anggota MUI, yang saya punya kartu anggota NU. Dan NU membolehkan, itu enaknya jadi NU,’” kata Halim dan disambut tepuk tangan peserta rapat.
Imbauan fatwa MUI itu menuai polemik dengan berbagai pernyataan. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sebagai kepala daerah beragama Muslim, menganggap imbauan itu bukan merupakan suatu keharusan. Sebab ia merupakan pejabat yang warganya meyakini agama berbeda-beda.
Ketua MUI Jawa Timur Abdusshomad Buchori mengimbau, para pejabat dan siapa pun agar tidak menyampaikan salam lintas agama sebagaimana biasa disampaikan dalam banyak kegiatan resmi. Menurutnya, salam di masing-masing agama berhubungan dengan akidah, karenanya tak boleh dicampuradukkan.
Imbauan itu dikeluarkan Abdusshomad melalui surat 'Taushiyah MUI Provinsi Jawa Timur, terkait dengan Fenomena Pengucapan Salam Lintas Agama dalam Sambutan-sambutan Acara Resmi' tertanggal 8 November 2019. Surat imbauan merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional MUI di Nusa Tenggara Barat pada 11-13 Oktober 2019. (ren)