Mekeng Klarifikasi soal Pemberian Uang US$1 Juta Terkait E-KTP
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA – Ketua Panitia Musyawarah Nasional Partai Golkar 2019 Melchias Markus Mekeng mengklarifikasi kabar tentang kemunculan namanya dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Markus Nari.
Mekeng merasa pers yang salah membaca putusan majelis hakim mengenai aliran uang US$1 juta dalam proyek e-KTP.
"Saya rasa anda salah membaca putusannya, karena Markus Nari membantah pernah melihat penyerahan uang dari saudara Irvanto ke saya," kata Mekeng dikonfirmasi wartawan lewat pesan singkatnya, Senin, 11 November 2019.
Mekeng juga membantah menerima uang itu. Dia berdalih sampai hari ini pun tidak pernah bertemu Irvanto. Apalagi dalam persidangan Irvanto, dia mengklaim, tidak pernah dipanggil menjadi saksi di persidangan.
Karena itu, Mekeng menegaskan, tidak ada aliran uang US$1 juta dari Irvanto atau siapa pun kepadanya berkaitan proyek e-KTP. “Saya harap anda bisa fair dalam melihat masalah ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa Melchias Marcus Mekeng disebut-sebut di dalam amar putusan Markus Nari terkait proyek e-KTP. Majelis hakim menyatakan Mekeng menerima uang US$1 juta dari keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
"Irvanto memberikan uang kepada Melchias Mekeng 1 juta dolar AS, Irvanto melihat Markus Nari dan tidak bicara dengan Markus Nari, dan jaksa KPK tidak menjadikan Melchias Mekeng menjadi saksi, maka demikian tidak dapat dikatakan Markus Nari menerima uang dari Irvanto," kata hakim Emmilia Djaja Subagja membacakan amar putusan terhadap Markus Nari di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 11 November 2019.
Majelis hakim pun menyatakan, terdakwa Markus Nari tidak pernah menerima US$1 juta bersama Melchias Mekeng sebagai ketua Banggar DPR dari Andi Narogong selaku pemenang konsorsium proyek e-KTP. Namun, hakim mengatakan Irvanto hanya menyerahkan uang tersebut kepada Mekeng.
"Karena Markus Nari dan jaksa tidak menghadirkan Mekeng menjadi saksi, maka demikian tidak dapat dikatakan Markus Nari menerima dari Irvanto," kata Emmilia.
Majelis hakim meyakini Markus Nari hanya menerima US$400 ribu terkait e-KTP melalui pejabat Kemendagri, Sugiarto.
Meski begitu, negara tetap mengalami kerugian sebesar Rp2,3 triliun dari perbuatan Markus Nari dkk terkait proyek e-KTP. Markus terbukti bersalah melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada putusan pokoknya, Markus Nari divonis enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan, yakni mewajibkan Markus Nari membayar ganti rugi senilai US$400 ribu serta dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
"Apabila Markus Nari tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya disita dan dilelang. Bila hartanya yang disita tidak mencukupi membayar uang pengganti, Markus dipidana penjara selama dua tahun," kata Ketua Majelis Hakim Frangky Tumbuwun.