Sering Bicara Radikalisme, Istana: Itu Ditujukan ke HTI

Juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman.
Sumber :
  • Fikri Halim

VIVA – Pemerintah diminta mengurangi pembicaraan terkait radikalisme karena dianggap sudah melebihi dosis. Kritikan itu sempat dilayangkan oleh organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah.

Kepala BIN Ungkap Potensi Kekacauan Jelang Pilkada, Ada Ancaman Terorisme

Menanggapi hal itu, juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman menyebut radikalisme yang dimaksud pemerintah adalah terkait ideologi terlarang. Fadjroel menyebut ormas dengan ideologi terlarang seperti Hizbut Tahrir Indonesia.

"Kalau terkait radikalisme dalam pengertian pemerintah adalah terkait langsung ormas terlarang, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia," kata Fadjroel ketika ditemui di Jakarta Pusat, Minggu malam, 10 November 2019.

Ini Tantangan Terbesar Prabowo-Gibran dalam Pemberantasan Terorisme

Fadjroel mengingatkan ormas HTI anti Pancasila dan sudah dilarang juga oleh Mahkamah Agung. Sehingga, menurutnya pemerintah juga harus patuh pada putusan tersebut.

"Itu adalah ormas terlarang yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung secara final dan mengikat, tidak boleh ada lagi di Indonesia, karena mereka ingin mengganti Pancasila, UUD, NKRI, merah putih. Jadi itu saja posisinya," ungkap dia.

BNPT Sebut Anak-anak Hingga Perempuan Rentan Terpapar Radikalisme

Mengenai kekhawatiran adanya perang ideologi berkepanjangan, Fadjroel menyebut pemerintah hanya bersikap tegas kepada HTI. Dia menyatakan HTI memang benar-benar terlarang di Indonesia.

"Loh kalau terhadap HTI kita tegas, karena itu ormas terlarang, tidak boleh hidup di Indonesia," kata Fadjroel.

Sebelumnya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas meminta pemerintah mengurangi penyebutan radikalisme di berbagai tempat saat ini. Menurut Muhammadiyah, dosis pembicaraan itu sudah terlalu berlebihan.

"Kita mengharap kepada pihak pemerintah dan media agar mengurangi dosis pembicaraan tentang radikalisme, karena apa yang ada selama ini terasa sudah melebihi dosis dan proporsinya," kata Anwar lewat pesan tertulisnya, Kamis 7 November 2019.

Menurut dia, pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana dampaknya ke depan jika terus membicarakan radikalisme hingga berlebihan. Dia mewanti-wanti agar jangan sampai Indonesia terseret perang ideologi.

"Dan itu tentu jelas-jelas akan membawa dampak yang sangat-sangat buruk dan  berbahaya bagi keberlangsungan dan eksistensi bangsa kita ke depan dan kita jelas tidak mau itu terjadi," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya