Joki Cilik di NTB Tewas: Tuduhan Eksploitasi Anak atas Nama Tradisi
- bbc
"Karena memang ada bayaran dalam setiap arena pacuan kuda untuk joki ini, terpaksa anak-anak ini meninggalkan sekolah, untuk mencari uang," lanjut Alan.
Korbankan masa depan anak
Kematian joki cilik M. Sabila Putra ikut membetot perhatian elemen masyarakat sipil di NTB yang tergabung dalam "Koalisi Save Joki Anak". Salah satu anggota koalisi, Joko Jumadi, menilai tradisi ini bukan hanya bersifat eksploitatif, tapi juga mengorbankan masa depan anak-anak.
"Yang menjadi catatan adalah banyak anak-anak yang kemudian menjadi cacat karena menjadi joki anak karena terjatuh, karena standar keamanannya rendah," kata Joko kepada wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan.
Pacuan kuda dengan joki anak di NTB, menurut pengamatan Joko, berbeda dengan lomba serupa di luar negeri. "Karena pacuan kuda di pulau Sumbawa yang menjadi juara bukan jokinya, tetapi yang menjadi juara itu kudanya dan si pemilik kuda," katanya.
"Jadi si joki ini tetap sama, dia paling dapat Rp50 ribu sampai Rp300 ribu sekali naik (kuda) pacuan itu," tambah Joko.
Berdasarkan catatan koalisi, rata-rata usia joki cilik sembilan tahun. Mereka juga berpacu kuda tanpa menggunakan pelana, sepatu dan pelindung kepala.
"Seringkali kalau terjadi kecelakaan, ya sudah cacat, tidak ada asuransi, tidak ada jaminan buat mereka," kata Joko.