Joki Cilik di NTB Tewas: Tuduhan Eksploitasi Anak atas Nama Tradisi
- bbc
Bukan tradisi nenek moyang
Namun, budayawan dari Bima, NTB, Alan Malingi punya catatan khusus tentang sejarah joki cilik penunggang kuda di daerahnya.
Menurut Alan, pacuan kuda digelar dalam rangka merayakan ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina pada 1927 pada era Kesultanan Bima yang telah dipersiapkan dua tahun sebelumnya.
"Pada awalnya pacuan kuda tradisional di Bima ini tidak menggunakan joki cilik, jokinya adalah remaja dan dewasa. Namun pada perkembangannya joki cilik ini mulai digunakan sejak tahun 1970an," kata Alan.
Menjadikan bocah sebagai penunggang pacuan kuda, dalam pandangannya, merupakan eksploitasi anak atas nama tradisi di NTB.
Dia menuturkan, setiap kali pacuan terdapat 700 kuda yang berlaga dengan joki sebanyak 15 anak. Artinya seorang joki cilik bisa menunggang 40-50 kuda dalam setiap perlombaan sejak pagi hingga sore.
"Dan kejadian kemarin (Sabila), kecelakaan di pacuan kuda terjadi pada sore hari, pukul lima sore. Berarti anak ini sudah menunggang beberapa kuda," kata Alan.
Apalagi, selama musim pacuan, mereka tidak bersekolah.