BPS Jawab Tudingan Eks Mentan Soal Data Mafia
VIVA – Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Hermanto mengaku heran dengan pertanyaan Amran yang menuding data nya adalah data mafia. Menurutnya, BPS sebenarnya enggan mengomentari pernyataan tersebut karena tidak jelas yang disebut mafia siapa.
"Kita malah enggak tahu, yang dimaksud mafia itu suruh jelasin dulu, baru kita klarifikasi. Jadi pak Amran sebut dulu mana yang mafia," ujar Hermanto di Jakarta, Selasa 29 Oktober 2019.
Ia menjelaskan, ketika BPS melakukan perbaikan penyempurnaan data, dilakukan melalui program nasional yang melibatkan sejumlah lembaga terkait.
"Intinya, tim penyempurnaan data ini sifatnya nasional, BPS tidak sendiri, lembaga lain masing-masing punya kredibilitas, ada Badan Informasi Geospasial, ada Kementerian ATR/BPN, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), lintas lembaga dan kementerian, yang mafia itu apa?, kita jadi ketawa," kata Hermanto.
Setiap rapat pembahasan data, kata dia, juga selalu ada para pakar yang mencermati data-data ini. Ia juga menegaskan semua data bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
"Bagaimana mungkin sejumlah lembaga kredibel ini melakukan yang dikatakan mafia, dan kepentingannya apa? Kami BPS selalu berusaha menjaga integritas negeri ini dengan data yang seakurat mungkin," ucap dia.
Ia menjelaskan, ketika luas baku lahan berdasarkan data BPS menunjukkan ada 7,1 juta hektar, kemudian Kementan era Amran mengaku sudah ngecek, dan menemukan ada selisih 136 ribu hektar, maka hanya 1,8 persen berbeda.
"Silakan maknai sendiri, apakah perbedaan 1,8 persen itu akurat, atau mafia?," ucap dia.
Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mencibir data lahan sawah yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA) sangat tidak akurat.
Dia mengatakan, ketidakakuratan data lahan sawah yang dikeluarkan BPS setelah dikaji mencapai 92 persen. Dengan kesalahan tersebut akan berdampak terhadap kuota subsidi pupuk yang berkurang hingga 600 ribu ton pada 2021.
"Data pangan yang ada dengan teknologi tinggi dan satelit itu salah. Kami crosscheck dengan tim. Ternyata setelah dicek 92 persen sampel yang diambil salah," ujar dia di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta.
Amran pun menyebutkan, data yang valid di sektor pertanian itu hanya ada dua. "Jadi data itu ada dua. Kalau tidak data pertanian, itu data mafia," tegas dia.