Logo ABC

Laporan Komnas HAM: Polisi Berlebihan Hadapi Kerusuhan 21-23 Mei

Hasil investigasi tim pencari fakta Komnas HAM terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 menyimpulkan aparat keamanan melakukan kekerasan yang berlebihan dalam menangani massa.
Hasil investigasi tim pencari fakta Komnas HAM terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 menyimpulkan aparat keamanan melakukan kekerasan yang berlebihan dalam menangani massa.
Sumber :
  • abc

Menurut Beka, berdasarkan bukti rekaman kamera, aparat polisi diketahui melakukan kekerasan di lima lokasi ibukota yakni di Kampung Bali, di depan kantor Kementerian ATR/BPN Jakarta Pusat, Jalan Kota Bambu Utara I, pos penjagaan Brimob, dan Jalan KS Tubun Jakarta Barat.

"Di lima lokasi itu, terjadi pemukulan, intimidasi, pengeroyokan oleh aparat polisi. Tindakan ini dipicu emosi akibat mengetahui terjadinya pembakaran asrama Polri di Petamburan atau karena tidak mampu mengendalikan emosi akibat kelelahan. Tapi ini tidak bisa diterima," papar Beka.

"Penggunaan kekerasan memang diperbolehkan dalam penanganan suatu peristiwa, bahkan polisi memiliki kewenangan seperti itu. Tetap implementasinya harus ketat. Dalam arti, dalam situasi terdesak dll," jelasnya.

"Tapi dalam kasus 21-23 Mei, kami tidak menemukan adanya indikasi terutama di 5 lokasi itu yang bisa dijadikan alasan bagi polisi untuk melakukan kekerasan. Makanya kami menyebutnya dengan istilah penggunaan kekerasan berlebihan."

Temuan Komnas HAM ini tidak jauh berbeda dengan hasil investigasi independen yang dilakukan Amnesty International Indonesia dan Ombudsman RI terkait peristiwa ini.

Amnesty International Indonesia yang merilis hasil investigasi kerusuhan 21-23 Mei pada Juni lalu mengungkapkan pihaknya menemukan dugaan penyiksaan oleh aparat kepolisian dalam kerusuhan itu.

Aparat polisi disebutkan melakukan penyiksaan terhadap massa yang sudah tertangkap dan tidak melakukan perlawanan di Jalan Kampung Bali dan sekitar Bawaslu.