Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara

Politikus Golkar Markus Nari
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara terhadap mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. 

PDI Perjuangan Pertanyakan Kasus Hasto 5 Tahun Silam Baru Dibuka Setelah Partainya Kritis ke Keluarga Jokowi

Selain itu Markus juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dianggap terbukti korupsi terkait pengadaan e-KTP.  

"Menuntut, Mejelis hakim menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pindana korupsi sebagaimana didakwakan," kata Jaksa Andhi Kurniawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 28 Oktober 2019.

Hasto Singgung Ambisi Kekuasaan yang Ingin Perpanjang 3 Periode

Jaksa juga menuntut Markus Nari bayar uang pengganti sebesar 900.000 Dollar Amerika Serikat dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah dia menjalani pidana pokok. 

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata Jaksa.

Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis, Mahfud: Kecil Sekali Bagi Garong Uang Negara Rp300 T

Menurut jaksa, Markus menerima uang 400.000 Dollar AS melalui mantan pejabat pembuat komitmen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto.

Uang itu berasal dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Naragong setelah menerima pemberitahuan dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Kemudian, jaksa juga memandang Markus Nari terbukti menerima aliran dana proyek e-KTP senilai 500.000 Dollar AS melalui ponakan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

"Irvanto mendapat perintah dari Andi agar menyerahkan uang 1 juta Dollar Amerika Seerikat kepada 2 orang yang sedang menunggu di ruang Setya Novanto yakni di lantai 12 Gedung DPR. Yaitu terdakwa selaku anggota Komisi II merangkap anggota Banggar dan Melchias Marcus Mekeng selaku Ketua Banggar," kata jaksa.

Menurut jaksa KPK berdasarkan putusan pengadilan atas perkara Setya Novanto, Mekeng juga menerima 500.000 Dollar AS.

Menurut jaksa, Markus Nari bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut konsorsium pemenang tender e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 Triliun.

Jaksa meyakini, berdasarkan fakta persidangan, Markus ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa mengatakan, aliran uang untuk Markus sebenarnya merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek e-KTP tersebut.

Selain itu, Markus dianggap jaksa bersalah, merintangi secara tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan perkara korupsi e-KTP.

Markus dinilai jaksa terbukti merintangi pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani dan merintangi pemeriksaan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Sugiharto di persidangan kasus e-KTP.

Jaksa menjerat Markus dengan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 21 UU Pemberantasan korupsi. 

Tanggapan 

Ditanyai responsnya atas tuntutan tersebut, Markus Nari mengaku kaget dengan tuntutan Jaksa yang setinggi itu. Markus pun mengaku akan mengajukan pembelaan. 

"Kami akan melakukan pembelaan pribadi Yang Mulia. Karena memang kami tidak pernah merasa melihat uang itu, menerima uang itu, tapi kami didakwa dan dituntut. Memang kami merasa luar biasa kaget," kata Markus di persidangan.

Markus Nari dalam kesempatan sama juga menyinggung keterangan Andi Narogong dalam persidangannya yang mengaku tak pernah memberikan uang ke Markus Nari.

Begitu juga dengan Sugiharto. Menurut Markus tidak ada keterangan Sugiarto yang menyebut pernah memberikan uang Rp 4 Miliar kepadanya. Markus berdalih, Sugiharto hanya menerka-nerka kalau uang itu berasal dari Andi.

"Apa yang disampaikan Sugiharto itu memang kami merasa itu fitnah buat kami Yang Mulia," kata Markus.

Markus Nari juga membantah pernah menekan Miryam S Haryani dalam proses penyidikan maupun penuntutan. Ia justru menilai, berdasar fakta-fakta persidangan, Miryam menyebut penyidik Novel Baswedan yang menekannya.

"Kami tidak pernah merasa menekan saudari Miryam S Haryani dan itu nyata sekali dalam persidangan. Malah dalam persidangan Novel itu yang menekan si Miryam," kata Markus.

Markus juga merasa tak pernah menitipkan pesan apapun kepada Sugiharto melalui pengacara bernama Robinson.

Sementara penasihat hukum Markus, Tommy Sihotang menilai kasus yang menjerat kliennya terkesan sangat dipaksakan. Karena itu, tim PH akan ajukan pembelaan atau pledoi pada persidangan berikutnya.

"Itu sebabnya kami akan ajukan pembelaan. Karena kasus ini sudah dua tahun. Karena menurut UU KPK yang baru kasus ini sudah harusnya di SP3 kan. Itu tandanya kasus ini dipaksakan. Jumlah uang juga tidak jelas, mata uang tidak jelas apakah rupiah, Dolar Singapura atau AS dan lainnya," kata Tommy.

Adapun Ketua Majelis Hakim Frangki Tambuwun akhirnya memberikan satu pekan untuk Markus dan tim penasihat hukum menguraikan berbagai bantahan melalui pledoi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya