KNKT Ungkap 9 Faktor Penyebab Jatuhnya Lion Air JT610
- VIVAnews/Eka Permadi
VIVA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis laporan akhir hasil investigasi kecelakaan pesawat B737 MAX 8 Lion Air penerbangan JT610, yang telah dilakukan selama satu tahun. Dalam laporannya KNKT mengungkap ada sembilan faktor penyebab kecelakaan tersebut.Â
Selama satu tahun melakukan investigasi, tim KNKT telah melakukan penyelidikan hingga ke pabrik pesawat di Amerika Serikat.Â
"Kesembilan faktor disusun secara kronologis," kata Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT, sekaligus ketua tim investigasi kecelakaan pesawat ini, Nurcahyo Utomo, di kantor KNKT di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2019.
Sembilan faktor temuan KNKT tersebut adalah:Â
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat.
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.
4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot, dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.
6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal runaway stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan, dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal dan komunikasi antarpilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.
Ketua KNKT Mardjono Siswosuwarno menambahkan hasil temuan ini bisa menjadi upaya bagi perbaikan keamanan penerbangan. Dan temuan serta rekomendasi bisa digunakan oleh semua pihak, karena bersifat terbuka.
"Tapi ini semua tidak bisa dijadikan alat untuk ke pengadilan," ujarnya. (ren)
Â