Bacakan Pledoi, Sofyan Basir Merasa Dicari-cari Kesalahannya oleh KPK
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 21 Oktober 2019.
Di hadapan majelis hakim, Sofyan menyebut kasus yang menjerat dirinya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat dipaksakan. Sofyan Basir merasa telah dicari-cari kesalahannya dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
"Penetapan saya selaku tersangka dalam perkara ini terkesan dipaksakan dan dicari-cari kesalahannya," kata Sofyan.
Apalagi jaksa KPK sampai mengaitkan pasal suap dengan Pasal 56 ayat 2 KUHP, yang menyinggung soal membantu memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Menurut dia, itu sangat ganjil dan tidak patut dikaitkan dengan kewenangannya. "Sesuatu yang ganjil dan tidak patut," kata Sofyan.
Dalam pembelaannya, Sofyan juga berdalih tak tahu-menahu mengenai fee agent yang diterima bos Blackgold Natural, Johannes Budisutrisno Kotjo dari China Huadian Engineering Company (CHEC) untuk mengurus proyek PLTU Riau-1. Dia juga berkelit tak mengetahui rencana pembagian fee agent dari Kotjo itu ke beberapa pihak, termasuk ke mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
"Itu sesuai keterangan Kotjo dalam persidangan bahwa saya tidak tahu-menahu mengenai adanya fee agent dan rencana beberapa pihak terima itu dan apalagi pemberian kepada saya," kata Sofyan.
Sofyan menerangkan, dalam persidangan Eni dan Kotjo juga sudah terkuak kesepakatan pemberian fee antara keduanya sudah dilakukan jauh sebelum dirinya bertandang ke kediaman mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
"Janji atau kesepakatan pemberian uang tersebut telah terjadi sebelum mereka bertemu saya sekitar Juni 2016 sehubungan dengan penyampaian Kotjo (kepada saya) untuk berpartisipasi dalam proyek di Jawa dan Riau-1," ujar Sofyan.
Menurut Sofyan, Kotjo dalam persidangan juga sudah menegaskan bahwa pemberian uang untuk Eni tidak ada keterkaitan dengan dirinya. Lagipula kata Sofyan, Kotjo juga tidak memberitahu dirinya terkait pemberian uang tersebut.
Keterangan Kotjo, lanjut Sofyan juga dikuatkan oleh Eni Saragih. Eni dalam persidangan juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya pemberian uang dari Kotjo.
"Namun, yang mengherankan dan tidak dipahami saudara jaksa penuntut umum menyampingkan dan tak membuat keterangan tersebut sebagai fakta persidangan dan pertimbangan hukum dalam surat tuntutan," ujar Sofyan.
Sofyan lebih jauh memandang perbuatannya masih dalam ranah kewenangan sebagai Dirut PLN, seperti bertemu Eni dan Kotjo. Kendati demikian, tegas Sofyan Basir, tidak ada sama sekali pembicaraan saol fee dalam setiap pertemuan yang ia dan anak buahnya hadiri.
"Sehingga pertanyaannya berdasarkan nalar dan logika, bagaimana saya dapat dituduh membantu tindak pidana suap tersebut. Padahal, saya tidak tahu sama sekali ada janji dan kesepakatan antara mereka serta pelaksanaan berupa pemberian uang sebesar Rp4,75 miliar," ujarnya.
Karena itu, Sofyan minta majelis hakim mempertimbang semua fakta hukum yang terungkap, sehingga menjadi dasar untuk membebaskan dirinya dari segala tuduhan jaksa penuntut umum KPK.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa menuntut Sofyan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menilai Sofyan terbukti membantu transaksi suap dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan Basir juga dipandang memfasilitasi kesepakatan proyek sampai mengetahui adanya pemberian uang itu. ?