Jalan Berliku UU KPK, Masih Perlu Perppu Atau Judical Review ke MK

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

VIVA – Undang-Undang KPK yang baru akhirnya berlaku setelah 30 hari disahkan bersama oleh DPR dan pemerintah. Pakar hukum tata negara, Edwin Moniaga mengatakan meski masih ada desakan agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), namun masih ada jalan lain seperti judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Edwin menjelaskan cara ini bisa dilakukan dengan syarat UU KPK sudah tercatat di lembaran negara. Ia menekankan ada persoalan jika Perppu terus didorong jadi solusi. Selain, nomor revisi UU KPK belum ada, perlu dipikirkan juga jika DPR menolak perppu dalam pembahasan nanti.

"Apalagi penomoran revisi UU KPK saja belum ada bagaimana kita mau dorong diterbitkannya perppu," kata Edwin dalam diskusi yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sam Ratulangi, seperti disampaikan dalam keterangannya, Jumat malam, 18 Oktober 2019.

Menurut dia, dengan judicial review ke MK menjadi solusi yang benar dengan kondisi saat ini. Kejanggalan beberapa pasal kontroversial seperti keberadaan dewan pengawas sampai surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

"Silahkan diuji apakah UU tersebut bertentangan sehingga dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi maka hasilnya akan bersifat final dan mengikat," ujar dosen Universitas Sam Ratulangi itu.

Pengamat sosial politik, Ferry Liando, menilai sebagai kepala negara, Jokowi ada dalam posisi sulit terkait perppu KPK. Menurutnya, ada dampak konsekuensi politik dalam setiap keputusan menerbitkan perppu atau tidak.

Bila menerbitkan perppu maka Jokowi akan berhadapan dengan partai politik pengusungnya di parlemen. Namun, jika tak bikin perppu maka Jokowi akan diprotes sebagian masyarakat yang pro terhadap KPK. Ada informasi mahasiswa dari sejumlah universitas siap melakukan aksi demontrasi sebagai protes terhadap Jokowi yang tak kunjung menerbitkan perrpu.

Meski demikian, sebaik apapun UU KPK yang akan dibuat tidak akan mampu mencegah terjadinya korupsi. Sebab, hal ini kembali dalam diri sendiri tentang efek negatif dari korupsi. Misalnya, kata dia, ada pemahaman dari mahasiswa sudah punya peran mencegah korupsi.

Kena OTT KPK, Golkar Minta Rohidin Mersyah Taat Proses Hukum

"Peran utama dari mahasiswa itu sendiri yaitu ketika kita belajar dan mampu mencegah korupsi," ujarnya.

Tokoh Pemuda Sulawesi Utara, Hizkia R. Sembel, berharap mahasiswa yang merupakan sebagai kaum intelektual harus cermat melihat situasi. Menurutnya, jangan sampai ditunggangi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Pemahaman tentang revisi UU KPK juga mesti dipahami.

KPK Tepis Politisasi di Kasus OTT Gubernur Bengkulu: Penyelidikan Sebelum Pendaftaran Cagub

"Jangan informasinya hanya setengah-setengah sehingga dapat memunculkan persepsi yang berbeda-beda. Yang kita pikirkan saat ini bahwa langkah konstitusional apa yang akan kita ambil apabila revisi UU KPK ini dianggap melemahkan KPK," jelasnya.

Merujuk Pasal 72 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, revisi UU KPK akan berlaku secara otomatis dalam waktu 30 hari. Artinya mulai berlaku UU KPK yang baru pada Kamis, 17 Oktober 2019.

Hasto Sebut Partai Coklat Masif Bergerak di Pilgub Sumut: Kami Khawatir dengan Pak Edy Rahmayadi

Meski Jokowi selaku presiden belum atau tidak mau menandatangani UU tersebut. DPR dalam prosesnya mengesahkan revisi UU KPK melalui paripurna yang digelar Selasa, 17 September 2019.

Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong tersangka korupsi impor gula

Tim Penasihat Hukum Tom Lembong Sebut Kejaksaan Agung Langgar KUHAP dan Melawan Hukum

Tim Penasihat Hukum Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menyebut Kejaksaan Agung melakukan pelanggaran KUHAP dan penetapan tersangka Tom Lembong dianggap melawan hukum.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024