Penyidik KPK Gamang Lakukan Penindakan Karena UU Baru Bermasalah
- VIVAnews/Edwien Firdaus
VIVA – Ketua Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menyebut bahwa UU KPK hasil revisi menimbulkan kegamangan dalam upaya memberantas korupsi.
Karena itu, Yudi berharap Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengurai masalah UU Nomor 30 Tahun 2002 yang telah direvisi DPR.
"Jika Perppu tidak keluar, akan ada kegamangan dalam upaya pemberantasan korupsi dan tentu saja yang paling diuntungkan dari situasi ini adalah koruptor," kata Yudi di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 16 Oktober 2019.
Namun bila tak terbit Perppu, jajaran KPK, kata Yudi, harus melakukan penyesuaian terhadap UU KPK yang baru. Tapi, kendalanya, UU hasil revisi itu belum dilengkapi dengan peraturan-peraturan teknis di bawahnya.
"Karena belum ada pula peraturan turunan di bawahnya, implementasi teknisnya, karena semuanya akan berubah. Mungkin juga lebih dari 50 persen peraturan internal KPK bisa berubah," kata Yudi.
Menurut Yudi, seharusnya KPK dilibatkan sejak awal pada proses revisi tersebut. Agar KPK bisa mengerti poin-poin apa saja dalam UU KPK yang lama, yang akan direvisi serta memberi masukan-masukan.
"Supaya kami bisa mengerti maksud misalnya dewan pengawas apa, karena dewan pengawas di UU revisi bukan untuk mengawasi tapi lebih mengendalikan KPK. Belum lagi soal struktur kepegawaian KPK," ujar Yudi.
Apalagi, sambung dia, dalam UU KPK yang baru, posisi pimpinan KPK bukan lagi menjadi penyidik dan penuntut umum.
Karena itu, Yudi menegaskan pihaknya masih berharap Presiden Jokowi bisa mengeluarkan Perppu terhadap UU KPK hasil revisi ini. Sebab Kamis besok, 17 Oktober 2019, UU KPK hasil revisi diprediksi mulai berlaku terhadap KPK.
"Yang bisa menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, setidaknya pada hari esok adalah keluarnya Perppu dari bapak Presiden. Besok kemungkinan tanggal 17 Oktober baik disetujui ditandatangani Presiden atau tidak, undang-undang yang disahkan pada 17 September 2019 lalu, itu akan berlaku," kata Yudi.
Yudi menambahkan, jika perppu KPK tidak terbit, akan muncul kekhawatiran konsekuensi hukum atas tindakan para penegak hukum di KPK. Situasi ini menguntungkan para koruptor.
"Artinya bahwa segala tindakan dari penyelidik, penyidik dan penuntut umum di KPK harus berdasarkan undang-undang baru. Dan kami sepakat ada 26 poin yang akan menyebabkan KPK lemah bahkan bisa menimbulkan kegamangan," imbuh Yudi yang juga penyidik di KPK.Â