KPK Ragu Laksanakan UU karena Typo
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Presiden Joko Widodo sampai hari ini belum menandatangani Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi DPR, karena ada kesalahan ketik atau typo. Mengenai itu pun membuat KPK khawatir melaksanakannya bila diberlakukan.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menyebut salah ketik tersebut menjadi bukti bila revisi UU Nomor 30 tahun 2002 memang dibuat secara tergesa-gesa dan tertutup.
"Ya itulah misalnya, bahkan ada kesalahan ketik, karena ini memang dibuat terburu-buru dan dibuat sangat tertutup," kata Laode kepada awak media di kantor ACLC, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 14 Oktober 2019.Â
Menurut Laode, sampai saat ini belum jelas bagaimana mekanisme pembahasan UU KPK yang salah ketik itu. Ia pun mempertanyakan, mekanisme pembahasan UU KPK untuk memperbaikinya.
"Kita sekarang bertanya lagi, apakah sekarang perbaikan typo itu harus membutuhkan persetujuan antara parlemen dan pemerintah kembali? Ini kan (anggota DPR nya) sudah berbeda, bukan parlemen yang dulu, apakah parlemen yang sekarang terikat dengan kesalahan yang dibuat sebelumnya?" kata Laode.
Laode menilai, hal ini menambahkan ketidakjelasan dan kerancuan yang ada. Laode menyebut KPK saat ini ragu untuk menjalankan UU KPK tersebut karena kesalahan-kesalahannya sangat fatal.
"Karena itu lah, sebenarnya yang mengakibatkan KPK sangat ragu, bagaimana mau menjalankan tugasnya, sedang dasar hukumnya sendiri banyak sekali kesalahan-kesalahan dan kesalahannya itu bukan kesalahan minor, ini kesalahan-kesalahan fatal," kata Laode.
Untuk itu, Laode berharap, pembahasan soal UU KPK yang salah ketik itu dilakukan dengan terbuka dan melibatkan institusi yang akan menjalankan nantinya. Sehingga, nanti KPK bisa mempersiapkan diri untuk melaksanakan UU itu.
"Kami sih berharap bahwa ada proses yang terbuka, ada proses yang tidak ditutup-tutupi, sehingga masyarakat itu bisa paham, KPK juga bisa paham, bisa mempersiapkan diri, bagaimana untuk memberikan masukan," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah telah menerima draf Undang-undang tentang KPK yang baru disahkan oleh DPR RI. Namun, setelah diteliti lebih jauh, terdapat kesalahan pengetikan (typo), sehingga Istana mengembalikan lagi draf UU KPK itu ke DPR untuk diperbaiki.
"(Draf UU KPK) sudah dikirim (ke Istana), tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi, mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Baleg (DPR)," kata Pratikno di Istana.
Di antara, kesalahan pengetikan di UU KPK yang disahkan DPR pada 17 September 2019 lalu, terdapat pada Pasal 29 huruf e yang menjelaskan syarat pimpinan KPK. Di situ tertulis huruf e, berusia paling rendah 50 tahun, tetapi keterangan di dalam kurung tertulis (empat puluh) tahun. (asp)