Revisi UU Lemahkan KPK, Opsi Judicial Review ke MK Terus Mencuat

Kantor KPK di Kuningan, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/ Edwin Firdaus.

VIVA – Undang-undang KPK yang sudah direvisi masih jadi perdebatan karena Presiden Jokowi didesak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu untuk membatalkannya. Namun, disarankan sebaiknya polemik ini diselesaikan dengan cara judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Forum Politisi Muda Gugat Masa Jabatan Anggota DPR ke MK, Minta Dibatasi 2 Periode

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Yops Itlay mengatakan polemik ini jangan dibiarkan terus berlarut-larut. Ia menyampaikan hal ini dalam acara Focus Group Discusion di Gedung Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih, Papua.

Bagi dia, dengan gugatan ke MK maka dinilai lebih menyesuaikan mekanisme konstitusional yang sudah disediakan negara.

Alexander Marwata Gugat Pasal 36 UU KPK ke MK, Pengacara Beri Penjelasan

“Merupakan mekanisme konstitusional yang disediakan negara melalui MK terhadap setiap warga negara untuk melakukan gugatan terhadap pasal-pasal yang dianggap melemahkan KPK secara kelembagaan dalam menjalankan tugas-tugasnya," kata Yops, dalam keterangannya, Minggu malam, 13 Oktober 2019.

Yops mengkritik revisi UU KPK yang disahkan ini memang terkesan terburu-buru. Selain itu, tidak optimal dalam sosialisasi revisi ke masyarakat. Apalagi, dikritik karena UU ini mestinya menguatkan serta mengoptimalkan, bukan justru memperlemah tugas KPK dalam urusan pemberantasan korupsi.

Apindo Tegaskan Patuhi Putusan MK soal Judicial Review UU Cipta Kerja, Ada Tapinya

Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih, Yusak Elisa Reba lebih memilih jalur judicial review ke MK dalam polemik UU KPK. Ia masih meyakini MK bisa melakukan secara transparan dan bertanggungjawab.

“Karena itu MK tentunya akan melakukan proses tersebut secara transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan” jelas Yusak.

Sebelumnya, DPR dan pemerintah sudah mengesahkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Revisi ini diklaim DPR dan pemerintah justru untuk menguatkan kelembagaan KPK.

Gelombang protes dari masyarakat pun bermunculan. Salah satunya dari barisan mahasiswa yang melakukan demonstrasi di sejumlah daerah. Mereka menyerukan penolakan UU KPK dan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) yang dianggap bermasalah.

Dalam pengesahan UU KPK ini terdapat sejumlah pasal yang justru berpotensi membuat KPK lemah dalam pemberantasan korupsi. Salah satunya seperti contoh antara lain Pasal 46 yang menekankan tindak pidana korupsi saat ini dianggap perkara biasa, bukan lagi extraordinary crime.

Lalu, dalam UU yang baru itu ternyata menghapus kewenangan pimpinan KPK sebagai penanggung jawab tertinggi, penyidik, dan penuntut umum. Keberadaan dewan pengawas yang akan dibentuk presiden nanti hampir semua melakukan kewenangan pimpinan KPK.

Kemudian, terkait penyadapan dengan merujuk Pasal 47 UU KPK yang baru, kewenangan lembaga anti rasuah itu dalam penggeledahan dan penyitaan harus izin dari dewan pengawas.

 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata

Blak-blakan Alexander Marwata Gugat Pasal di UU KPK: Bisa jadi Alat Kriminalisasi ke Kami

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, Alexander Marwata, telah mengajukan uji materil atau judicial review, terhadap pasal 36 UU KPK, ke Mahkamah Konstitusi, MK.

img_title
VIVA.co.id
8 November 2024