Kisah Penari asal Kupang yang Dituding PKI
- bbc
Ia menyaksikan bagaimana ayahnya diangkut dengan mobil bersama beberapa orang lainnya ke sebuah daerah perbukitan di Merbaun. Di balik sebuah batu, Melki mendengar suara tembakan.
"Tembakannya enam kali," ujar Melki. Ia percaya timah panas itu telah menghabisi nyawa ayahnya, yang hingga kini tidak dia ketahui dikuburkan di mana.
Dalam periode terkelam di hidupnya itu, Melki bercerita ia diperkosa oleh seorang perangkat desa. Ia tidak bisa berteriak minta tolong karena posisinya saat itu yang dituduh Gerwani.
Tak hanya sang perangkat desa, ia mengatakan, sejumlah lelaki di desanya terus melakukan pelecehan terhadap dirinya. "Yang (laki-laki) tua-tua bikin katong seperti anjing."
Demi melindungi diri dari pelecehan yang terus menerus diterimanya dari sejumlah pria di kampung, di usianya yang belum genap 18 tahun, ia terpaksa menerima pinangan seorang laki-laki berusia 42 tahun.
`Biar Tuhan yang adili semua`
Kini setengah abad lebih peristiwa 65 berlalu dan Melki telah melanjutkan hidup, meski sakit di hatinya abadi.
"Hanya rasa sakit hati di dalam ini yang kita simpan saja. Biar Tuhan yang adili semua. Oma punya penghiburan di situ saja," ujarnya. "Tuhan yang bantu oma untuk tetap kuat."
Menurut buku Memori-Memori Terlarang, Perempuan Korban dan Penyintas Tragedi 65 di Nusa Tenggara Timur, Gerwani mulai beraktivitas di kota Kupang sekitar tahun 1961.
Kegiatan-kegiatan yang sering diadakan adalah pelatihan keterampilan, seperti menjahit dan memasak.
Beberapa penyintas mengatakan tidak ada kegiatan yang berkaitan dengan politik.
Buku yang diterbitkan di tahun 2012 itu menjelaskan banyak orang yang namanya terdaftar sebagai penerima bantuan dari PKI, seperti beras, alat pertanian, hingga tanah, yang kemudian dianggap sebagai anggota PKI.