Logo BBC

Kisah Penari asal Kupang yang Dituding PKI

Melki Bureni bercerita usianya baru 17 tahun saat dituding sebagai anggota Gerwani di tahun 1965 - BBC Indonesia/Dwiki Marta
Melki Bureni bercerita usianya baru 17 tahun saat dituding sebagai anggota Gerwani di tahun 1965 - BBC Indonesia/Dwiki Marta
Sumber :
  • bbc

Ia bercerita usianya baru 17 tahun saat dituding sebagai anggota Gerwani di tahun 1965, sebuah peristiwa yang mengawali serentetan peristiwa kelam di hidupnya. Saat itu ia hanyalah seorang penari kampung yang sering diminta tampil di hajatan-hajatan.

Namun, saat operasi penumpasan terhadap orang-orang yang dituduh PKI berlangsung, ia dituding sebagai anggota Gerwani karena pernah mendapat pelatihan menyulam dari seorang perempuan, yang disebutnya berasal dari Jakarta.

Siapa perempuan itu? Melki menyebut dia juga tidak tahu.

Pemeriksaan terhadapnya kemudian dilakukan oleh sekelompok orang, yang kata Melki, merupakan gabungan aparat dan masyarakat. Ia diperintahkan untuk melucuti pakaiannya karena dicurigai memiliki cap Gerwani.

" Katong buka ini beha, celana, berdiri telanjang dibilang supaya cari cap Gerwani di pantat ko di mana. Telanjang. Tapi saya pasrah saja.. mau bergerak dong (mereka) `potong`," kata Melki.

"Saya bilang demi Tuhan saya tidak tahu cap Gerwani itu yang bagaimana. Hanya jarum dan benang bola (untuk menyulam) masih ada di rumah."

Saat itu, Melki mengatakan, nyawanya selamat karena ada seorang warga laki-laki yang membelanya. Meski begitu, mimpi buruk itu tak juga berakhir.

Sesaat setelah kejadian itu, paman Melki, seorang guru, dan empat petani yang tinggal di sekitar rumahnya, ditangkap karena dituduh sebagai anggota PKI. Padahal, Melki yakin, orang-orang itu hanya asal-asalan dituding karena ada kecemburuan sosial di antara para warga.

Ia pun diminta oleh aparat desa menjadi saksi penguburan massal. Saat itu sore hari, sekitar pukul 15.00, Melki menyaksikan tubuh-tubuh yang hancur siap ditanam ke dalam lubang tanah.

"(Tubuh itu) luka-luka karena dipotong dengan parang –  Perutnya semua lari keluar," kata Melki. Mayat-mayat itu hanya dibungkus dengan tikar.

Saat itu hatinya remuk, namun kata Melki, dia dilarang menangis. "Anjing saja (kalau) kita sayang waktu dia mati kita bisa usaha. Ini manusia...," ujar Melki.

Ia diminta membawa bendera merah putih untuk kemudian ditancapkan pada kuburan massal itu. Bayang-bayang peristiwa itu masih menghantuinya, saat satu pekan kemudian ayahnya ditangkap.