Mahasiswa Tolak Jamuan Khofifah karena Nihil Dialog
- VIVAnews/Nur Faishal
VIVA – Acara silaturahim antara mahasiswa dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa malam, 8 Oktober 2019, batal di tengah jalan. Mahasiswa yang sudah hadir di lokasi tiba-tiba menolak jamuan dan meminta langsung berdialog dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.Â
Namun, tuan rumah yang diwakili Kepala Bakesbangpol, Jonathan Judianto, ogah menuruti keinginan mahasiswa. Sementara itu, pihak mahasiswa ngotot ingin berdialog di pertemuan itu, tidak sekadar beramah-tamah dan makan-makan. Sempat terjadi perdebatan selama satu jam, mahasiswa akhirnya keluar. Silaturahmi batal.Â
"Ya kita tunda lah, ya kalau misalnya ingin mengajukan audiensi, ya audiensi. Tapi kalau acara hari ini (Selasa malam) ditunda karena memang sudah malam saya kira, sudah jam sembilan. Saya kira itu," kata Jonathan.Â
Zamzam Syahara, mahasiswa Universitas Airlangga, menyampaikan alasan menolak jamuan yang dihidangkan Gubernur Khofifah. "Karena kita ingin semua tuntutan itu diterima dulu, bukan diberikan jamuan makan malam. Kenapa? Karena banyak teman-teman kita di luar yang masih melakukan aksi," katanya.Â
Zamzam menyebut delapan tuntutan yang sebetulnya ingin disampaikan dalam dialog dengan Gubernur Khofifah. "Yang pertama, menolak Undang Undang KPK dan mendesak Presiden agar menerbitkan Perppu tentang KPK. Menolak RKUHP sebelum melakukan pengkajian ulang terhadap beberapa pasal bermasalah dengan melibatkan publik secara luas dan terbuka," ujarnya.Â
Keempat, papar Zamzam, menolak sejumlah RUU yang tidak berpihak kepada rakyat. "Yang hanya menguntungkan oligarki seperti RUU Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan. Mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS," katanya.Â
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Unair, Agung Tri Putra, mengatakan bahwa dengan dialog akan tersampaikan tuntutan beserta alasan-alasannya yang mendasar. Bahkan, dia menunjukkan lembaran naskah akademik yang menurutnya hasil kajian soal tuntutan yang akan disampaikan.
"Kalau kami dibilang tidak mengerti soal tuntutan, masa kayak gini ada naskah akademiknya dianggap tidak mengerti," katanya.Â