Iuran BPJS Kesehatan Naik, JK Sindir Warga Tak Itungan Beli Pulsa
- Reza Fajri
VIVA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan adalah sesuatu yang wajar. JK membandingkan dengan masyarakat yang bisa membeli hal-hal yang konsumtif, seperti pulsa atau rokok dibanding membayar iuran kesehatan.
"Padahal beli pulsa 3 kali lipat daripada (bayar untuk kesehatan) itu. Beli rokoknya itu lebih dari itu," kata JK di Kantor Wapres di Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa 8 Oktober 2019.
JK meyakinkan bahwa pemerintah sudah melakukan kerjasama-kerjasama terkait pembiayaan BPJS agar tidak membebani warga kurang mampu. Dia menegaskan pemerintah pasti membiayai kesehatan warga miskin.
"Itu (kenaikan) hanya orang-orang tertentu saja. Karena sekali lagi, orang miskin dibayar pemerintah. Tidak ada kekhawatiran. Siapa yang khawatir?" ujar Wapres.
Menurut JK, pembiayaan terkait BPJS juga akan dibantu oleh pemerintah daerah. Wapres yakin dengan kenaikan ini, maka BPJS tidak akan mengalami defisit seperti saat ini.
"Jadi yang akan datang itu dua hal. Di samping tarif naik, juga bersifat diatur di daerah. Tidak semua sentralistik. Itu sudah permintaan Presiden," kata JK.
Diketahui, pemerintah rencananya akan menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), beserta iuran untuk peserta mandiri berlandaskan usulan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Nantinya iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta mandiri Kelas III, akan naik menjadi Rp42.000 per bulan untuk setiap orang. Dan Kelas II serta Kelas I yang masing-masingnya juga diusulkan naik menjadi sebesar Rp75.000 dan Rp 120.000 per bulan setiap orang.
Kemudian, dengan mengacu pada usulan Kementerian Keuangan, tarif JKN untuk peserta PBI dan Kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan setiap orang, dan tarif JKN untuk peserta mandiri Kelas II diusulkan sebesar Rp110.000 per bulan setiap orang. Selain itu, iuran JKN untuk kelas I pun diusulkan naik menjadi sebesar Rp160.000 per bulan untuk setiap orangnya. (ren)