Menag: Moderasi Beragama untuk Semua Umat

Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Sumber :
  • VIVAnews/Syaefullah

VIVA – Kementerian Agam meluncurkan buku 'Moderasi Beragama' yang diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag itu sendiri. Buku moderasi beragama tidak ditujukan untuk umat agama tertentu, tetapi ditujukan oleh seluruh umat agama dan tidak hanya di Indonesia, namun seluruh dunia.

Kemenag Hadiahi Juara MTQ Internasional Rp 125 Juta, Upayakan Pengangkatan jadi PNS

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin merasa bersyukur bahwa buku yang diluncurkan ini akhirnya terbit juga setelah sekian lama dinantikan kehadirannya.

"Buku yang menjelaskan apa itu moderasi beragama, mengapa kita harus cara memandang moderat dalam beragama. Kemudian, tentu bagaimana mengimplementasian dari moderasi beragama itu," kata Lukman di kantornya, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, Selasa 8 Oktober 2019.

Ribuan Orang di Sumbar Daftar Jadi Calon Petugas Haji 2025

Tentunya, kata dia, buku ini ditujukan kepada seluruh apartur sipil negara (ASN) Kemenag, karena bagaimana pun ASN Kementerian Agama harus menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan perspektif moderat dalam beragama itu.

"Jadi, bukan agamanya yang kita moderasi, tetapi cara kita beragama agar senantiasa pada jalurnya," katanya.

Menteri Agama Datangi KPK Minta Pendampingan Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji

Selain ASN, buku ini juga hadir untuk masyarakat secara luas. Karena, dalam konteks Indonesia moderat dalam beragama itu juga bagian yang tak terpisahkan dari strategi kebudayaan bangsa Indonesia. Karena, Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dan heterogen, dan Indonesia adalah negara yang sangat agamis.

"Oleh karenanya, berbagai macam tafsir keagamaan harus senantiasa terjaga moderasinya. Jangan sampai terjerumus pemahaman kita pada bentuk pemahaman, apalagi pengamalan yang berlebih-lebihan yang ekstrem yang merusak sendi-sendi nilai-nilai keagamaan itu sendiri," katanya.

Menurut Lukman, pada kenyataan sekarang ini di tengah kehidupan yang semakin kompleks, tafsir terhadap nilai-nilai agama itu kan semakin beragam. Oleh karenanya, harus bisa lebih rendah hati dalam menyikapi keragaman itu, karena keragaman itu kehendak Tuhan.

Maka, yang dituntut dari manusia adalah bukan untuk menyeragamkan semua yang beragam, tetapi adalah kearifan untuk bagaimana keragamanan itu dapatkan hikmah dibaliknya, banyak hal-hal positif yang bisa tangkap dari keragaman kalau mampu menyikapinya dengan kearifan.

"Jadi, buku ini sebenarnya dalam rangka untuk mewujudkan hal-hal seperti itu," katanya.

Ia menambahkan, fakta selama ini disaksikan adalah ada orang yang sedemikian rupa sangat fanatik dalam beragama, tetapi tidak cukup ditopang, didukung dengan wawasan ilmu keagamaan yang cukup.

"Sehingga, ketika dia melihat adanya perbedaan dari pihak lain, lalu dengan cepat dan mudah menyalahkan pihak yang tidak sama dengan dirinya. Bahkan, tidak hanya menyalahkan, tetapi juga mengkafir-kafirkan yang tentu ini akan menimbulkan konflik sengketa di tengah-tengah masyarakat," katanya.

Maka, hal seperti ini harus diantisipasi, sehingga cara beragama harus dengan kearifan dengan cara moderat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya