PSK di Semarang Protes Gara-gara Batal Penutupan Lokalisasi
- VIVAnews / Dwi Royanto
VIVA – Rencana Pemerintah Kota Semarang melakukan penutupan Resosialisasi (Resos) Argorejo atau biasa dikenal dengan lokalisasi Sunan Kuning mengalami tarik ulur. Kini para penghuninya justru memprotes ketidakjelasan penutupan tempat kerja mereka.
Menurut rencana awal penutupan lokalisasi terbesar di Kota Lumpia itu akan dilakukan pada Agustus 2019 yang lalu, namun hingga memasuki bulan Oktober 2019 belum ada kejelasan. Padahal rencana itu sudah disepakati baik oleh para wanita pekerja seks, pihak Resos, serta Pemkot Semarang.
Dinas Sosial Kota Semarang kembali akan melanjutkan sosialisasi penutupan lokalisasi Sunan Kuning pada Senin, 7 Oktober 2019. Namun, para WPS dan pihak Resos menolak diminta untuk menandatangani berkas rencana sosialisasi hingga beberapa hari ke depan.
Suwandi, kepala Resos Argorejo Sunan Kuning, mengaku menyayangkan tarik ulur serta kejelasan Sunan Kuning oleh pemerintah terkait. Meski sejatinya ia setuju dengan adanya penutupan lokalisasi, tapi tarik ulur penutupan tersebut memberi kesan  tidak adanya komitmen pemerintah dalam memberdayakan dan mengatasi pengentasan WPS.
"Tadi pihak Dinsos sudah ke sini menyodorkan kembali rencana sosialisasi penutupan, tapi kami dengan WPS menolaknya, sebab di situ enggak ada kapan tanggal penutupannya," kata Suwandi saat ditemui di Balai Resos Argorejo, Senin 7 Oktober 2019.
Menurutnya, ketidakjelasan penutupan ini sangat berdampak bagi para WPS dan pekerja di sekitar Resos. Ia terang-terangan menyebut omset pamasukan di tempatnya sudah menurun drastis.Â
"Sekitar 60 persen kami kehilangan rezeki," kata dia.
Selain itu, Suwandi juga memprotes pihak Dinsos terkait ketidaksesuaian kesepakatan soal dana tali asih. Di awal sosialisasi pada bulan Juli 2019 lalu, para WPS dijanjikan akan diberi tali asih sebesar Rp10,5 juta per orang.Â
"Kenyataannya di situ enggak tertera jumlah nominal tali asih sama sekali, kan nyalahi aturan kesepakatan," ungkapnya.
Alasan Dinsos, lanjut Suwandi, disebabkan karena adanya pergantian dewan (DPRD). Ia menilai pergantian dewan tersebut tidak bisa dijadikan alasan perubahan besaran tali asih yang disosialisasikan pada waktu lalu.
"Orangnya ganti, masak kebijakan juga ganti? Kalau ganti orang yang enggak usah ganti kebijakan. Ini namanya enggak sesuai," kata Suwandi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang Muthohar menyatakan, pihaknya sudah mendata sekitar 441 WPS yang akan diberikan tali asih. Data tersebut sudah disampaikan kepada wali kota Semarang untuk divalidasi sebagai penerima tali asih.
"Kami sudah mendata dan sudah ada kesepakatan antara pihak resos, WPS dan pihak terkait soal jumlah dana tali asih. Ya tunggu hasilnya saja, " ujar Muthohar saat dikonfirmasi secara terpisah.
Terkait soal jumlah dana tali asih, pihaknya belum memastikan jumlah tersebut. Namun ia memastikan akan sesuai dengan kesepakatan. "Ini kan legalisasi dan belum diketahui jumlah besarannya. Kami jamin jumlah tersebut sesuai dengan kesepakatan,"ujarnya.
Saat ditanya terkait penolakan WPS soal sosialisasi lanjutan penutupan lokalisasi, ia mengatakan itu hanya salah komunikasi. "Sebenarnya kan kita menunggu keputusan DPRD Semarang dan Pak Wali Kota sendiri kapan akan dilakukan penutupan, maka kami hanya menjalankan tugas saja," ujarnya.