Harta Karun Sriwijaya Dijual ke Toko Emas, Mata Rantai Sejarah Putus
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, berbondong-bondong memburu harta karun di lahan bekas kebakaran hutan dan lahan.
Harta karun yang diyakini peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu berupa cincin, manik-manik ,hingga lempengan yang terbuat dari logam mulia, emas.
Menurut arkeolog, temuan itu memiliki nilai sejarah tinggi karena usianya bisa jadi sebelum masa Kerajaan Sriwijaya ada. Tapi masyarakat pemburu harta karun, memilih untuk menjualnya ke toko emas demi mendapatkan uang kontan.
"Mata rantai ilmu pengetahuan itu bisa tidak nyambung. Putus," kata Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Budi Wiyana kepada BBC Indonesia, Minggu (06/10).
Balai Arkeologi Sumsel telah melakukan penelitian mengenai perjalanan Kerajaan Sriwijaya sejak 2000 silam. Mereka berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Hasil penelitian di antaranya tiang rumah, gerabah, papan perahu yang usianya lebih tua dari Kerajaan Sriwijaya.
"Ada yang abad ke-2, ada yang abad ke-4. Itu sebetulnya menarik. Di lokasi-lokasi itu ada tiang-tiang juga, ada pemukiman," tambah Budi.
Kerajaan Sriwijaya diyakini menjadi kerajaan terbesar di Nusantara yang menguasai perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Bukti awal keberadaan kerajaan ini berdasarkan catatan seorang biksu asal Tiongkok, I Tsing pada 671 Masehi. Sriwijaya berkuasa hingga abad ke-10.
Kemunculan Kerajaan Sriwijaya ini diyakini memiliki hubungan dengan Kerajaan Melayu Funan di delta Sungai Mekong. Kerajaan Funan merupakan kerajaan terkuat di Asia Tenggara pada awal Masehi hingga abad ke-6 M.
Selama puluhan tahun meneliti, Balai Arkeologi Sumsel menemukan benda-benda bersejarah di Pantai Timur Sumatera Selatan (lokasi pencarian harta karun oleh warga-sekarang) memiliki kemiripan dengan peninggalan di Oc Eo, pelabuhan tua di Vietnam Selatan yang sudah berdiri sejak awal Kerajaan Funan.