KPK Ultimatum Politikus PDIP Gusti Agung Penuhi Panggilan Penyidik
- VIVA/ Edwin Firdaus.
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi mengultimatum anggota DPR dari Fraksi PDIP, I Gusti Agung Wirajaya, untuk memenuhi panggilan penyidik KPK. Gusti hari ini mangkir dari pemeriksaan penyidik sebagai saksi.
Politikus PDIP itu diperiksa dalam kasus dugaan suap pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018, untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, yang menjerat politikus PAN, Sukiman.
"Kami harap supaya pada panggilan berikutnya, yang bersangkutan hadir memenuhi panggilan penyidikan, karena hal tersebut merupakan kewajiban hukum," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 2 Oktober 2019.
Febri memastikan, tim penyidik bakal menjadwalkan ulang pemeriksaan Gusti Agung. Namun, Febri mengaku bahwa saat ini belum diinformasikan penyidik kapan waktu pemanggilan ulang tersebut.
"Saksi mengirimkan surat ketidakhadiran, penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaannya," imbuhnya.
Dalam kasus ini, Sukiman diduga menerima suap dari Pelaksana Tugas, sekaligus Penjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Arfak, Papua Barat, Natan Pasomba sebesar Rp2,65 miliar dan US$22 ribu antara Juli 2017 hingga April 2018, melalui beberapa pihak sebagai perantara.
Suap tersebut diberikan kepada Sukiman untuk mengatur penetapan alokasi anggaran dana perimbangan daerah dalam APBN-P 2017 dan APBN 2018. Dari pengaturan tersebut akhirnya Kabupaten Arfak mendapatkan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBN-P 2017 sebesar Rp49,915 miliar dan alokasi DAK pada APBN 2018 sebesar Rp79,9 miliar.
Kasus yang menjerat Sukiman dan Natan ini, merupakan pengembangan dari kasus suap yang menjerat anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat Amin Santono; Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yaya Purnomo; seorang konsultan bernama Eka Kamaludin; serta kontraktor Ahmad Ghiast.
Keempat orang itu divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Amin Santono dan Eka Kamaludin divonis delapan tahun pidana penjara, Yaya Purnomo 6,5 tahun penjara, dan Ahmad Ghiast dihukum dua tahun pidana penjara. (asp)