BNN Geram Masih Bisa Napi Kendalikan Peredaran Narkoba
- VIVA.co.id/ Danar Dono.
VIVA – Badan Narkotika Nasional (BNN) geram lantaran narapidana yang ada di dalam penjara masih dengan tenangnya mengendalikan peredaran narkotika untuk masuk ke Indonesia.
Hal itu terungkap setelah BNN berhasil menggagalkan penyelundupan 16 kilogram sabu dari jaringan Malaysia-Sumatera Utara (Sumut) yang ternyata dikendalikan dari dalam lapas.
Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari mengatakan, dalam pengungkapan kasus tersebut, delapan tersangka telah diamankan. Salah satunya merupakan narapidana Lapas Tanjung Gusta.
"Penyelundupan ini masih tetap bermuara di dalam lapas, karena napi masih dengan mudahnya mengendalikan," kata Arman dalam keterangannya, Rabu 2 Oktober 2019.
Arman memaparkan, pengungkapan kasus ini bermula dari penangkapan di Jalan Raya Paya Pasir Serdang Berdagai, Sumatera Utara. Tiga orang tersangka ditangkap bersama 10 bungkus sabu. "Ketiganya Warda, Rivai, dan Juwanda, yang kami amankan usai menerima sabu yang dikirim melalui jalur laut itu," ujarnya.
Dari penangkapan itu, kata Arman, tim melakukan pengembangan dan selanjutnya menangkap empat orang tersangka lainnya. Sebanyak enam bungkus sabu yang dikemas dalam plastik kuning ditemukan petugas.
"Rencananya sabu ini akan diedarkan di wilayah Medan, Pekanbaru dan Palembang, Sumut dan sekitarnya," kata Arman.
Berdasarkan keterangan para tersangka, jaringan tersebut dikendalikan oleh narapidana Lapas Tanjung Gusta Medan atas nama Arya Radi. Tanpa pikir panjang, BNN langsung menjemput napi kasus serupa dari Lapas Tanjung Gusta, Medan.
Dengan masih dikendalikannya pengendalian sabu di dalam lapas, Arman menyebut terlihat pengawasan di dalam lapas masih sangat minim. Sebab, para bandar yang selama ini mendekam di penjara masih bebas menjalankan bisnis haramnya.
"Napi itu akan kami bawa ke BNN pusat untuk penyelidikan lanjutan. Mereka (bandar) yang selama ini terus memasukkan narkotika ke Indonesia," ujarnya.
Menurut Arman, selama ini juga, sebagian besar penyelundupan sabu yang akan dibawa masuk ke Indonesia dikendalikan napi yang ada di dalam penjara. Mereka hanya perlu mengangkat telepon untuk meminta barang dan nantinya ada orang lain yang bertugas untuk mengantarkannya.
"Padahal seharusnya di dalam penjara sudah tak ada lagi telepon seluler yang bisa digunakan mereka," ujarnya.
Atas masalah ini, Arman menilai pihak Ditjen Pemasyarakatan yang selama ini mengurus lapas dan rutan tak serius mengatasi hal ini, karena mereka masih membiarkan para napi dengan bebasnya beraktivitas tanpa melakukan pengawasan mendalam. Untuk itu pihak Ditjen Pemasyarakatan perlu dievaluasi.
Perlunya evaluasi, karena bukan hanya pengawasan yang tak maksimal, namun sipir yang di dalamnya juga malah ikut terlibat. Mereka ikut membantu para bandar untuk memudahkan menjalankan bisnis haramnya.
"Saya pikir perlu ada evaluasi di dalam Ditjen PAS untuk menyelesaikan masalah ini, Kementerian Hukum dan HAM harus segera bertindak. Kami selama ini yang menahan peredaran narkotika, namun di dalam lapas malah memudahkan bandar," ungkapnya.